Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Duka Sang Penyinta

1 September 2021   19:38 Diperbarui: 1 September 2021   19:41 373
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Cerpen : Duka Sang Penyinta

Cahaya rembulan memucat. Kerlap kerlip bintang di langit pun bersembunyi di balik awan gelap. Langit kusut masai. Suara desahan seorang wanita muda hiasi malam. Rambutnya tergerai. Hujan deras yang membanjiri bumi lelapkan para penghuni. Mareka asyik berselimut hindari rasa dingin yang datang menyerang.

Dikejauhan malam, sebuah gubug di pematang sawah terlihat bergoyang. Angin malam yang kencang seolah-olah ingin merobohkan gubug itu. Didalamnya dua manusia berbeda kelamin terus susuri malam dengan gejolak manusia dewasa. Hangatkan dinginnya malam dengan saling bersekutu. Malam itu mareka jadikan sebagai simbol saling mencintai.  Gubuk tua itu mareka jadikan sebagai rumah kegelapan. Mareka saling memberi jiwa raga dengan disertai desahan. Rintihan terus bergemuruh sebagai ornamen malam. Dan hujan pun reda usai membanjiri bumi.

" Aku akan bertanggungjawab," ujar lelaki itu sambil menyalakan sebatang rokok.

 Keringat masih mengucuri sekujur badannya. Terlihat rasa kelelahan dalam wajahnya. Seolah-olah usai kerja keras.

" Kamu memang harus bertanggungjawab," ujar wanita itu sambil berbenah. 

Langit semakin gelap. Dengus kucing hutan menambah kegairahan malam yang makin mempesona.

Lelaki muda itu seolah tak percaya. Bagaikan dihantam petir yang mulai merambah dunia. Rasa malunya sebagai lelaki mengaliri sekujur tubuhnya. Keringat mengucur ditubuhnya. Rasa tanggungjawab yang dia katakan malam itu sebagai lelaki sejati ditolak.

" Mohon maaf. Kami sekeluarga anda. Anda tak layak menyunting putri kami," ujar seorang lelaki setengah baya saat lelaki itu menyampaikan rasa tanggungjawabnya.

" Kami telah menjalin raga,Pak. Kami telah menuntaskan hasrat sebagai manusia. Dan sebagai lelaki saya bertanggungjawab," ujar lelaki itu.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun