Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Cerpen: Lelaki Sunyi

29 Agustus 2021   11:02 Diperbarui: 29 Agustus 2021   12:46 604
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Hidup sebatang kara di Kota yang tak bertuan dan tak berkasih sayang, membuat kasih sayang yang diberikan Tante saat suaminya tak memberi air dalam rongga syahwatinya, membuatnya terjerumus dalam hidup berselimutkan dos sesuai dengan keinginan Tante sang pemilik kekuasaan atas dirinya. Tak ada apologi yang bisa dinarasikannya untuk menolak. 

Kerasnya kehidupan di Kota yang tak mengenal rasa kemanusiaan membuatnya terperosok dalamlimba kenestapaan yang dalam tanpa mampu mengeskalasi diri ke atasnya.

Perkenalaannya dengan warung minuman klas murah di pemukiman kumuh yang menjadi target operasi pencitraan pemimpin membuatnya semakin jauh dari hidup yang sesungguhnya. Sebuah kehidupan yang sarat dengan ornamen keindahan yang mestinya harus dinikmati dirinya sebagai lelaki muda di sebuah Kota.

Lelaki itu sudah menunggu sekitar setengah jam di sekitar pemukiman yang sepi. Sebuah jalan yang sangat sunyi seharmoni dengan kesunyian hatinya dalam kehidupan belantara Kota yang tak berperikemanusiaan. 

Sudah berbulan-bulan areal sunyi itu menjadi tempatnya bertemu dengan wanita setengah tua itu. Hanya cahaya syahdu rembulan yang menjadi saksi peretmuan itu. Hanya anjing liar yang berkeliaran mencari mangsanya dilokasi itu yang sering memergokinya. Sebuah tempat yang sunyi.

Dan sebuah sepeda motor tua pun menghampirinya. Sebuah klakson memberi tanda kepadanya. Usai bertukar posisi, dengan dirinya sebagai pembonceng, motor tua itu pun melaju menembus malam yang gulita hingga akhirnya keduanya pun bersatu dalam sebuah gubuk kecil yang jauh dari penglihatan manusia. 

Keduanya asyik memadu kasih bak dua manusia yang sedang kasmaran. Kadang terdengar suara rintihan yang membuat gubug tua itu pun sekan-akan bergerak seiring gerakan keduanya dalam menikmati indahnya malam.

Keduanya terus memacu nafsu syahwati sebagai manusia hingga keduanya terlelap dalam satu pelukan dan menebarkan rasa kebahagian yang tak terperikan. Malam pun berlalu dari keduanya. Hanya cahaya kegelapan yang menjadi ornamen gubuk tua itu.

" Terimakasih, anak mudaku. Engkau telah memberikan aku segelas air dalam jiwaku yang kering kerontang," ujar Tante sambil mengelus rambut lelaki itu yang masih terkapar.
" Ini uang buatmu," sambung Tante sambil memberikan beberapa lembaran uang dua puluhan ribu.

Lelaki itu kembali ke kedai minuman klas bawah yang berada di sebuah kawasan kumuh yang menjadi sahabat malamnya usai diturunkan Tante di jalanan. Raganya yang rapuh kembali menegak beberapa gelas minuman merk kaum urban itu hingga matanya memerah. 

Suara lagu dangdut dari sebuah VCD membawakannya untuk bergoyang menuruti itrama lagu yang didendangkan penyanyi dengan suara serak basah.
" Lanjut Bung. Lanjut terus hingga pagi," terdengar teriakan dari beberapa pengunjung saat melihatnya mulai menarikan tarian seirama dengan lagu. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun