Matkue sangat kaget setengah mati saat tiba di halaman rumahnya. Deretan mobil-mobil berplat merah terparkir sepanjang jalanan menuju rumahnya.Â
Jantung tuanya serasa mau lepas dari katupnya. Sementara degub jantungnya berdenyut dengan cepat. Bak putaran roda sepada onta tuanya.Sejuta tanya membatin dalam hatinya.Â
" Apakah istriku sakit," desisnya membatin.
Matliluk segera masuk ke dalam rumahnya dengan langkah kaki yang tergesa-gesa. Saat masuk ke adalam rumahnya, terlihat olehnya beberapa pegawai kantor Desa yang dikenalnyadan beberapa lelaki yang memakai baju dinas yang sangat asing bagi mata tuanya sedang duduk di ruang tamu rumahnya.Â
Bahkan di antaranya mereka ada yang duduk bersilah di lantai rumahnya. Maklum kursi di ruang tamunya terbatas. Itu pun kursi yang sudah amat tua yang dibelinya beberapa tahun yang lalu saat dirinya dapat gaji ke tigabelas.
" Ada apa ya," tanya Matkue dengan rasa penasaran. Sementara degup jantungnya terus berputar dengan cepatnya. Â
" Ini Pak Matkue. Bapak-bapak ini datang dari Jakarta. Mereka katanya ingin memesan kue Jipang buatan istri Bapak. Â Pesanan dari Pak Presiden," jelas Pak Kades.
" Benar sekali Pak, Â apa yang disampaikan Pak Kepala Desa tadi. Kami utusan dari kantor kepresidenan. Kami di perintahkan datang ke sini untuk membeli dan memesan kue Jipang untuk Pak Presiden. Pak Presiden ingin membeli kue Jipang buatan istri bapak," kata salah seorang dari mereka yang memakai baju dinas.
" Pak Presiden ingin membeli kue Jipang?," ujar Matkue dengan nada suara penuh tanya.
" Iya, Pak. Benar sekali," jawabnya.
Mendengar jawaban lelaki parlenten yang memakai baju dinas itu,tiba-tiba tubuh rentah Matkue ambruk di lantai. Para tamu yang berada di ruang tamu rumahnya segera membopongnya ke kamar.Â