Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Lelaki Pendosa

6 Maret 2021   10:47 Diperbarui: 6 Maret 2021   10:54 532
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Tiba-tiba cahaya matahari meredup. Angin menderu dengan udara yang basah. Sementara awan hitam berarak-arak menggulung angkasa. Lalu langit riuh rendah dengan cahaya berkilat-kilat dan bunyi guruh bergemuruh. 

Angkasa hingar-bingar. Dari arah barat, butur-butir air dari langit terdengar berjatuhan gemeratak di atas  tanah yang kering.  Di atas dedaunan pepohonan. Lembut, rapat lalu tak tertahankan derasnya. Langit seperti mau meludah. Dan hujan pun secara tiba-tiba tumpah di bumi.

Orang-orang segera berteduh. Mencari tempat untuk menghindari dari serangan basahnya hujan. Tak terkecuali seorang lelaki tua yang jalannya tertatih-tatih. Mata tuanya sibuk memperhatikan rumah yang ada di sekitarnya. Tapi semua rumah, pintunya terkunci.

Sekonyong-konyong seorang lelaki keluar dari rumah. Langkahnya bergegas, namun begitu melihat dirinya, lelaki itu segera berhenti.

" Mari masuk, Pak. Hujan akan sangat lebat," tawarnya.

lelaki itu berpenampilan sangat rapi dengan selelan kemeja panjang, celana hitam, dan sepatu kantor yang berkilauan. Lelaki tua itu tercenung.  Tidak menjawab. Tak ada sepatah kata pun keluar dari mulut tuanya. Lelaki tua itu cuma terdiam kembali. Dan dia sama sekali tak mengenal lelaki gagah itu. Dan tanpa rasa sungkan, lelaki kantoran itu menggamit tangan lelaki tua itu dan mengajaknya masuk ke dalam rumahnya.

Sejak lelaki tua itu pulang dari tempat yang sering dia kunjungi, tempat yang memberinya kepuasan sebagai seorang laki-laki, Lelaki tua itu tiba-tiba bilang ingin segera mengembara. Lelaki tua itu bernarasi bahwa  itu adalah hukuman yang pantas bagi pendosa sepertinya.

" Memang Bapak melakukan apa sehingga harus mengembara dan pergi dari rumah," tanya lelaki kantoran itu.

" Ada, Nak. Bapak banyak melakukan kesalahan. bapak sangat takut," Tiba-tiba lelaki tua itu tergugu. Dan lelaki kantoran itu makin takut melihat kondisi tubuh Bapak tua itu.

Berkali-kali Lelaki kantoran itu bertanya tentang alasan kenapa Lelaki tua itu ingin mengembara, tapi berkali-kali pula Lelaki tua itu menolak bercerita. Lelaki tua itu hanya selalu bilang bahwa dirinya  salah. 

" Aku pantas mendapatkannya. Pantas mendapat hukuman ini," ujarnya.

Lelaki kantoran itu cuma terdiam mendengar jawaban lelaki tua itu. Tak bisa berbuat banyak.

Sementara di luar hujan masih belum reda. Sesekali petir menyambar sehabis kilat memecah kegelapan. Lelaki tua dan lelaki kantoran itu saling menatap. Suasana rumah hening. Tak ada pembicaraan antara mereka. Mulut mereka terkunci. Tiba-tiba terdengar suara Azan.

" Aku mau ke masjid. Dan terima kasih atas kebaikanmu anak muda," ujar lelaki tua itu.

Lelaki kantoran itu ingin  mengantarnya ke masjid. Namun lelaki tua itu menolaknya.

" Ini hukuman yang pantas untukku. Seorang pendosa," katanya langsung meninggalkan rumah lelaki kantoran itu. Dan lelaki tua itu langsung lenyap dari pandangan lelaki kantoran itu. Padahal hujan masih sangat lebat. 

Toboali, sabtu, 6 Maret 2021

Salam dari Kota Toboali, Bangka Selatan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun