Mohon tunggu...
Rusmin Sopian
Rusmin Sopian Mohon Tunggu... Freelancer - Urang Habang yang tinggal di Toboali, Bangka Selatan.

Urang Habang. Tinggal di Toboali, Bangka Selatan. Twitter @RusminToboali. FB RusminToboali.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mereka Bilang, Ayahku Koruptor

3 Juli 2017   02:16 Diperbarui: 3 Juli 2017   10:58 912
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

" Kami tak mau lagi bersahabat dengan kamu, anak koruptor yang telah memakan uang kami," sambung yang lain.

" Kami kecewa denganmu yang telah memperalat kami untuk demo anti korupsi. Ternyata ayahmu adalah seorang koruptor," cetus teman yang lain dengan nada suara penuh kebencian.

Aku hanya terdiam. Tak menjawab. Membisu. Keheningan siang itu membuat aku sangat terpojok dengan makian dan serapah mereka. Dan aku sangat paham. Bersama mereka, aku yang tergabung dalam Komunitas Air Jahe adalah kumpulan anak muda yang getol memerangi perilaku purba yang bernama koruptor di Kota kami. Beberapa kali aku memimpin demo besar di halaman Kantor aparat hukum Kota Kami yang menuntut keberanian para penegak hukum untuk mengusut tuntas kasus korupsi di Kota kami.

Sementara cahaya matahari yang terik siang itu seolah menamparku dengan cahayanya. Membuat wajahku memerah seolah hendak membakar seluruh tubuh ku yang lesu. 

___

Aku bertandang ke rumah tahanan yang terletak di luar kota dimana ayah kini mendekam. Aku harus menjenguknya, walaupun dia telah dijuluki orang semua dengan sebutan koruptor. Sebuah julukan untuk penjahat klas berat di negeri ini. Sebuah julukan yang amat memalukan kehormatan kami sebagai keluarganya. Sebuah julukan yang akan kami bawa hingga ke liang lahat dan menjadi aib keluarga yang tak bisa dikonversikan dengan segepok uang.

Aku harus menjenguknya. Biar bagaimana pun dia tetap ayahku. Ya, dia tetap ayahku. Aku masih ingat dengan pesan ibu sebelum beliau wafat.

" Sejelek-jeleknya ayahmu, dia orang tuamu. Engkau harus menghormatinya," kata Ibu penuh nasehat.

" Walaupun dia seorang koruptor," tanyaku.

" Dia ayahmu," jawab Ibu sambil menatap wajahku yang sangat marah dengan aksi purba ayah yang hanya menguntungkan dirinya dan merugikan orang banyak.

Ku tatap wajah ayah. Tampak kesedihan tergambar dalam wajah tuanya. Senyum manisnya yang selama ini menjadi pelipur bahagia kami saat dia tiba dari kantor seolah tertutup dalam balutan kesedihan yang terpancar diwajahnya tanpa topeng. Ayah seolah merasa malu dengan kehadiranku. Ada rasa sesal yang amat mendalam dari guratan di wajahnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun