Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Maaf

12 Juni 2017   19:25 Diperbarui: 13 Juni 2017   00:18 315
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Daman menatap kerumunan orang di sekitarnya dengan wajah bertanya tanya.  Ayahnya terpekur menutupi muka.  Ibunya menciptakan danau tangisan di matanya yang teduh. Dina, kakak perempuannya memegangi tangannya dengan wajah membadaikan mendung dan hujan.  Beberapa orang lainnya di ruangan itu kurang lebih sama.  Murung dan bersedih.

Daman berusaha menggerakkan bibir untuk menghibur mereka.  Tak satupun suara terdengar.  Daman terperanjat.  Bibirnya membantah perintah!  Dia lalu berusaha menggerakkan tangannya untuk balik menggenggam tangan ibunya.  Tak satu ruaspun jari bergerak.  Daman tertegun.  Urat syarafnya juga tak mematuhi perintah!

Daman mengedarkan pandangan ke sekeliling.  Semua warna putih belaka.  Bahkan baju yang dia pakai sekarang putih.  Bukankah seingatnya dia memakai baju biru rumah sakit? Rumah sakit! Daman seperti terbangunkan oleh sebuah ingatan.  Terakhir yang dia ingat adalah dia tergeletak di sebuah ranjang beroda yang didorong terburu buru oleh beberapa suster cantik.  Setelah beberapa saat sebelumnya dia menancapkan ujung jarum berisi heroin di kamar kosnya yang megah.

--------

Paling tidak ya Tuhan!  Ijinkan aku untuk berpamit kepada mereka.  Menitikkan dua tetes air mata penyesalan kepada mereka.  Menunjukkan bahwa dia sebenarnya sayang kepada mereka.  Mengatakan dengan isyarat bahwa apa yang dia lakukan adalah tindakan tak semestinya.  Menyia nyiakan kepercayaan mereka.

Daman berusaha sekuatnya memaksa matanya mengalirkan airmata.  Tidak bisa.  Sedikitpun tidak ada reaksi dari tubuhnya.  Otaknya sudah mati.  Dia entah berada di mana.  Bisa melihat mereka tapi mereka hanya melihatnya terbujur kaku di ranjang perawatan rumah sakit.  Daman seperti terhempas pada kenyataan yang memerihkan.

Dia sudah mati! Semua orang sedang menangisinya.  Semua sedang bersedih kehilangan dia.  Padahal selama ini dia tidak mempedulikan mereka.  Selama ini dia tidak merasa kehilangan mereka yang selalu berusaha membantu mengingatkan, menasehati, memberi pesan.  Sama sekali tak dia hiraukan.

Daman melayangkan sekelumit kisah buruknya ke depan matanya yang sudah tak sanggup berkedip lagi.  Pemuda kaya yang berlagak frustasi karena tidak diterima di perguruan tinggi favoritnya.  Pemuda kaya yang berlagak frustasi karena pujaan hatinya lebih menerima Anto yang miskin.  Pemuda kaya yang berlagak frustasi karena merajuk merasa kekurangan kasih sayang ayah bundanya.  Daman menghela nafas yang sama sekali tidak menyerupai nafas.  Dia memang bodoh.  Melarikan semua pada benda yang jauh lebih bodoh.  Narkoba.

Dia menjadikan narkoba sebagai tempat kuliah favoritnya.  Membuat narkoba sebagai kekasihnya.  Menyangka narkoba sebagai tempat limpahan kasih sayangnya.  Saat itu dia merasa benar.  Narkoba membuatnya melupakan pahit yang merajam.  Dia merasakan manisnya hidup tak terkira.  Apalagi uang bukan masalah baginya.  Ayahnya kaya raya dan dia bisa mendapatkan jumlah uang yang diminta semaunya.  Ya Tuhan, ijinkan aku berairmata untuk mereka!  Batin Daman memohon sungguh sungguh.

Ijinkan aku meminta maaf kepada ibuku.  Untuk semua nyawa yang dia pertaruhkan saat melahirkan aku.  Untuk semua darah yang dia tumpahkan demi lelaki kecilnya.  Untuk semua air susu yang dia persembahkan bagi buah hatinya.  Untuk semua hal yang menggerogoti hatinya semenjak dia mulai dewasa.

Ijinkan aku meminta maaf kepada ayahku.  Untuk semua keringat yang dia banjirkan pada siangnya.  Untuk semua lengan kokoh yang selalu merengkuhnya dalam pelukan saat dia menangis karena terjatuh dari sepeda, atau kehilangan mainan, atau meminta mainan.  Untuk tatapan mata penuh kasih ketika dia berangkat pamit untuk kuliah di Yogya, tempat dia berencana menghabiskan semua petualangan masa mudanya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun