Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Negeri Tulang Belulang (Muara Perburuan)

10 Oktober 2019   20:49 Diperbarui: 10 Oktober 2019   20:52 86
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Negeri Tulang Belulang (Lolos dari Maut)

Tet dan Ben berlari seperti dikejar setan. Mereka tidak tahu apa yang mengejar tapi sudah pasti itu berbahaya. Pulau ini di semua sisinya sangat mematikan jadi sebaiknya mereka tidak berspekulasi sama sekali.

Ran dan Rabat melihat kedua kawannya yang tersengal-sengal datang menjadi ikut panik. Pasti ada sesuatu yang mengerikan di sana.

"Cepattt! Kita harus menyelamatkan diri! Sesuatu yang besar sedang menuju ke sini...!" Ben memperingatkan. Masih dengan terengah-engah.

Sontak Ran dan Rabat menengok ke hutan. Tidak nampak apa-apa. Tapi.....apa itu? Suara gemuruh dahsyat seolah merobek keheningan hutan. Jeritan dari monyet dan burung-burung ramai bersahutan dari seluruh penjuru hutan.

Meskipun belum sempat mengatur nafasnya yang memburu, Tet buru-buru menyeret sesuatu yang cukup besar dari balik semak. Sebuah rakit dari kayu bulat berukuran sedang. Rabat ikut buru-buru membantu. Sebelum kedatangan Ran tadi, mereka memang sudah membuat rakit untuk antisipasi jika perjalanan darat tidak mungkin dilakukan. Dan itu memang benar-benar terjadi. Thanks God!

Tanpa banyak ba bi bu lagi, keempatnya melompat ke atas rakit yang sudah mengambang di atas permukaan sungai. Dayung buatan dari kayu dikayuh sekuat-kuatnya ke tengah sungai karena terdengar dengan sangat jelas pohon-pohon jatuh berdebum di belakang mereka.

Setelah dirasa cukup jauh dari tepian, keempatnya meletakkan dayung dan menoleh ke belakang. Astaga! Binatang itu lagi! Kingkong raksasa yang posturnya sangat mirip manusia menggeram-geram di pinggiran sungai sambil memukul-mukul dada. Saking marahnya melihat manusia buruannya berhasil lolos ke tengah sungai yang tidak mungkin dikejarnya, kingkong itu mencabut sebatang pohon sebesar tubuh manusia dan melemparkannya ke Ran dan kawan-kawan.

Byuuuurrr!

Tidak kena. Tapi kecipak besar air mengguncang rakit sederhana itu sampai nyaris tenggelam. Keempat lelaki itu berusaha mati-matian menyeimbangkan. Berhasil. Rakit itu kembali tenang dan terus hanyut ke hilir.

Mereka melihat kingkong itu mengeluarkan geraman terakhirnya sebelum melompat kembali masuk hutan. Aman.

"Duh, jangan sampai ada air terjun di depan kawan! Rakit ini pasti tidak akan tahan," Rabat mengeluh pelan.

Ben menyahut kegundahan Rabat dengan ucapan tegas," tidak Rabat! Kita sudah jauh di hilir. Tidak ada air terjun lagi. Kita langsung menuju muara laut."

Rabat menghela nafas lega. Setidaknya itu menghibur hatinya. Petualangan mereka ini sudah sangat keterlaluan. Ini bukan lagi ekspedisi, tapi perjuangan hidup dan mati.

Keempatnya memutuskan untuk beristirahat. Rakit dibiarkan hanyut mengikuti arus yang sangat pelan ke hilir. Mereka hanya menjaga agar rakit itu jangan sampai hanyut ke tepian. Entah apalagi yang menunggu mereka di sana.

Suara gemuruh keras di kejauhan serentak membangunkan keempat orang yang sedang melepas lelah itu. Tidak ada air terjun hah?!

Rakit kecil itu berguncang dan oleng ke kanan kiri. Arus tiba-tiba menderas dengan cepat. Bahkan sekarang mereka sudah berada di tengah-tengah jeram mengerikan yang sangat bergelombang!

"Bukan air terjun! Ini jeram! Bertahanlah kawan!" suara teriakan Ran tenggelam ditelan hiruk pikuk suara air.

Sambil terus berpegangan erat-erat pada rakit, keempatnya punya pikiran yang serupa. Bagaimana mungkin ada jeram di bagian hilir sungai yang mulai melebar? Sungai yang aneh! Pulau yang benar-benar aneh!

Benar saja. Dalam kondisi rakit yang lumayan porak poranda, hanya tersisa 4 potong kayu dari sekitar 12 kayu, arus memelan dan kini mereka memasuki muara sungai yang sangat lebar.

Tet memandang dengan muka ngeri. Pikiran paranoidnya mengkhayalkan hewan-hewan air raksasa dan mengerikan telah menunggu mereka di depan sana. Lautan itu memang terlihat tenang. Tapi dia tahu dalam ketenangan itu tersimpan banyak rahasia berbahaya yang sama sekali tidak bisa diduga.

"Perahuuuuu...!" Ben berteriak sambil menyipitkan matanya ke pinggiran muara.

Ketiga temannya serempak menoleh ke arah yang ditunjuk Ben. Nampak sebuah perahu yang cukup besar terombang-ambing di pinggiran muara. Bukan perahu. Itu kapal berukuran kecil.

Tapi bagaimana caranya mereka menuju ke sana? Rakit ini sama sekali tidak bisa lagi dikendalikan.

Byuurrrr.....Rabat terjun ke air dan sekuat tenaga berenang ke arah perahu. Rupanya Rabat berpikir tidak ada pilihan lain selain berenang menuju perahu itu. Lagipula yang cukup paham tentang mesin adalah dia. Jadi harus dia yang terlebih dahulu naik ke kapal kecil itu.

Ketiga teman Rabat hanya bisa terpaku. Mereka tidak sempat memperingatkan Rabat. Sekarang mereka hanya bisa melihat dengan cemas. Memperhatikan Rabat sekaligus menyelidik sekeliling permukaan air.

Dugaan yang tepat. Karena belum begitu jauh Rabat berenang, terdengar kecipak air dari arah lautan menuju Rabat. Seekor ikan berukuran besar menampakkan siripnya yang segitiga di atas permukaan air. Mengejar Rabat. Hiu!

Gila! Dan itu tidak hanya satu! Nampak sekitar 5 sirip saling berpacu berburu Rabat. Ran memegangi kepalanya. Kehabisan akal dan cara.

Tapi Tet tidak. Dengan cepat lelaki ini memukul-mukulkan dayungnya ke permukaan air sehingga menimbulkan suara keras. Tet memberi isyarat Ran dan Ben agar berbuat sama. Meskipun belum paham sepenuhnya terhadap maksud Tet, Ran dan Ben juga ikut memukul-mukulkan dayung di tangan mereka.

Berhasil! Suara kecipak air yang keras itu menarik perhatian para hiu dari perburuan terhadap Rabat. Kelima hiu itu berbelok menuju rakit dengan cepat. Sementara Rabat yang tadi nyaris putus asa dikejar oleh hewan air pemangsa berkecepatan tinggi itu, mempercepat berenangnya menuju kapal. Dia harus segera tiba. Ketiga temannya sekarang dalam bahaya besar untuk menyelamatkannya!

Kelegaan menyentuh hati Rabat begitu menyentuh buritan kapal dan naik dengan sedikit susah payah ke atas kapal. Setengah berlari Rabat menuju ruang kemudi. Rabat tertegun.

Kapal ini memang kecil. Tapi perlengkapan navigasi dan komputer di kapal ini luar biasa canggih! Ini bukan kapal biasa! Buru-buru Rabat menghidupkan mesin kapal dan mengemudikannya ke arah rakit di tengah sungai.

Dugaan Rabat tepat. Begitu kapalnya mendekati rakit, ketiga temannya nampak sedang sibuk bertahan sebisanya di atas sisa rakit sementara hiu-hiu itu bertindak cerdas dengan mencoba membuat gelombang tinggi agar rakit itu hancur atau ketiga orang itu tercebur ke dalam air.

Rabat meneliti dengan cepat panel komputer di depannya. Hmm, mungkin ini bisa menolong. Tangannya meraih tombol bertuliskan "deep noise". Hanya terdengar dengung lirih di telinga Rabat. Tapi efeknya mengejutkan bagi hiu-hiu itu. Suara berfrekuensi sangat tinggi telak menghantam hewan air ganas itu. 3 ekor dengan cepat melarikan diri, sedangkan 2 ekor yang tidak sempat menghindar terlihat mengambang tak berdaya.

Rabat berlari keluar sambil melemparkan tali setelah mendekatkan kapalnya ke rakit. Satu persatu teman-temannya menaiki kapal dengan nafas terengah-engah. Bukan main! Berada di pulau Tulang Belulang dan sekitarnya menaik turunkan adrenalin mereka secara ekstrim!
-----
Jakarta, 10 Oktober 2019

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun