Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Di Stasiun Kereta

12 Juli 2019   10:46 Diperbarui: 12 Juli 2019   11:10 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
sumber: pixabay.com

Saya mengikuti semua hiruk pikuk ini hanya dengan mata. Pendengaran sengaja saya simpan untuk sebuah pengumuman. Pengumuman yang sangat penting tentang keberangkatan. Bagaimana cara terbaik membawa asa. Hingga selamat dan sampai di tujuan dengan baik-baik saja.

Di stasiun kereta, saya ingin memerankan diri sebagai tokoh yang kontra. Apabila ada orang duduk atau berdiri di peron dan tidak kelihatan memegang asa, saya akan mencuri seluruh keinginannya yang tersisa. Dia akan menjadi serupa manekin. Terpajang abadi di etalase dingin.

Mereka yang tak punya keinginan harus tahu bahwa bumi akan berputar lebih lambat apabila orang-orangnya tak punya asa yang kuat. Saya membayangkan eqilibrium akan terguncang jika rotasi bumi meradang. Saya tak mau menjadi korban sampingan. Jadi saya putuskan sekarang untuk menjadi algojo bagi orang-orang yang tak punya keinginan.

Satu demi satu kereta berlaluan. Ada yang penuh sesak sampai penumpangnya bergelantungan. Ada yang kosong melompong karena tujuan akhirnya adalah janji-janji bohong. Saya memperhatikan dengan seksama. Siapa tahu saya bisa menemukan seseorang yang asanya bertiwikrama.

Sebesar raksasa. Lalu saya akan mengambil inspirasi darinya. Termasuk juga adrenalin yang ada di dalamnya. Asa saya sedang tipis dan adrenalin saya tinggal segaris. Saya harus menebalkannya dengan menepis segala kosakata tentang gagal. Saya juga harus memompa adrenalin saya hingga menyerupai kepundan Vesuvius yang sanggup meratakan sebuah kota yang bengal.

Saya masih memaku diri di stasiun kereta. Ada beberapa hal yang menarik perhatian saya. Yaitu betapa tergesa-gesanya orang-orang sekarang hingga mudah lupa. Ada yang ketinggalan tas bawaan. Ada yang kehilangan karcis. Ada juga yang kehabisan semangat hingga tak sadar kereta yang ditumpanginya telah bergegas lewat.

Saya sebenarnya berharap melihat sesuatu yang istimewa di stasiun kereta ini. Saya telah menunggu sedari pagi. Tapi saya belum menemukan apa-apa yang sanggup menggaduhi hati. Saya malah merasakan sunyi yang tak kentara mulai masuk tanpa permisi.

Mungkin ini semua karena saya tak segera melompat ke gerbong kereta pertama yang saya jumpa. Saya terlalu banyak acara. Mengada-ada.

Dan sudah bisa ditebak selanjutnya apa. Saya mempersiapkan tiket dan merapikan barang bawaan. Beranjak berdiri. Menuju pintu keluar dengan hati-hati.

Besok saya akan kembali kesini. Menetapkan hati dan memberangkatkan diri. Sambil membawa asa segunung yang nanti malam saya bangun. Sembari berharap tak ada yang akan melanun. Karena saya sendiri sebenarnya adalah seorang penyamun.

Medan, 12 Juli 2019

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun