Sinopsis Buku 1 Lahirnya Air dan Api
Sinopsis Buku 2 Petualangan Cinta Air dan Api
Sinopsis Buku 3 Idu Geni
Sebuah perjuangan dengan keringat bertuntas tuntas
Darah terkuras kuras
Airmata berlepas lepas
Pasti akan mendapatkan giliran berlabuh
Di tempat yang dituju
Jangan pernah hentikan sebuah perjuangan
Hanya karena terasa melelahkan
Lelah itulah yang kelak menjelma menjadi indah
Bab I
Sebuah tempat di lereng Gunung Pangrango. Â Dewi Mulia Ratri menghentikan larinya. Â Dia menoleh kepada Arya Dahana yang tersenyum tipis di sebelahnya. Gadis cantik ini menatap dalam-dalam ke mata Arya Dahana. Mata yang bertahun-tahun dirindukannya itu masih seperti dulu. Menarik hati dan tetap tengil.Â
Dewi Mulia Ratri menghela nafas pendek. Â Dia teringat pada Bimala Calya dan Ardi Brata yang pingsan dan dia sembunyikan di hutan. Â Mereka aman. Â Luka-lukanya juga tidak terlalu parah dan tidak membahayakan jiwa.
Arya Dahana balik memandangi Dewi Mulia Ratri. Â Gadis yang memenuhi hatinya semenjak dahulu. Â Gadis yang sangat sulit untuk diduga hatinya. Â Suatu waktu bisa menjadi bidadari yang baik hati. Â Saat lain menjadi badai prahara yang sanggup meremukkan keberanian seketika.
Gadis yang sedang dipandangi ini menundukkan muka. Â Pandangan itu begitu tajam menelanjangi. Â Bukan dalam arti mesum, namun lebih kepada menguliti jiwa dan cinta. Â Dua hal yang sekuatnya akan disembunyikan oleh Dewi Mulia Ratri jika itu bisa.Â
Hmmm...gadis yang pura pura tangguh dalam hal cinta, bodoh dan sombong! batin Arya Dahana agak kesal.
Huh...laki laki penakut menyebalkan! Â Apa sih susahnya mengakui dan mengatakan, Dewi Mulia Ratri tidak mau kalah membatin.
Suasana hening mengikuti bagaimana berbantahan batin itu terjadi. Â Arya Dahana dan Dewi Mulia Ratri saling berpandangan seperti sedang hendak memulai sebuah pertarungan mematikan.
Dewi Mulia Ratri menyudahi saling tatap itu dengan jengah. Â Pemuda kurang ajar! Â Berani beraninya dia menantangku dalam adu kuat pandangan dan pergolakan batin. Ah, atau jangan-jangan aku memang terlalu angkuh dan sombong? Â Gadis ini mulai menundukkan hati memilah keteguhan pendapatnya. Â
Arya Dahana tersenyum mengejek. Â Dalam hati. Â Tentu saja dia tidak berani mengutarakan ejekan terang-terangan. Â Bisa gawat. Â Dia sedang agak kelelahan setelah pertempuran yang menguras tenaga tadi. Â Tidak mau menyantap gamparan tentu saja.