Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana Pilihan

Tetralogi Air dan Api, Lahirnya Air dan Api

6 Desember 2018   05:49 Diperbarui: 6 Desember 2018   06:07 336
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Dyah Puspita, aku titipkan anakku kepadamu.  Bawalah ke ayahmu.  Mohonkan agar bisa diterima sebagai muridnya.  Atau paling tidak kacungnya jika beliau tak mau menerima.  Jika tetap saja tidak diterima.  Angkatlah sebagai adikmu.  Rawatlah dia.  Sebagai gantinya, kau boleh mempelajari buku sakti ini bersama sama.  Lima belas tahun lagi, di puncak Merapi, naga api akan bangkit dari tidurnya.   Bawalah Arya kesana.  Rahasia mengambil mustika api di kepala naga itu adalah; tujuh belas langkah ke depan, delapan lompatan ke samping dan empat puluh lima kali jungkir balik bersamaan. Kau akan mengerti pada saatnya nanti.  Terimakasih. Aku mempercayaimu".

Dyah Puspita merenungkan kata kunci yang aneh itu sejenak.  Menggeleng gelengkan kepala.  Kemudian menghela nafas panjang.  Dia tahu bahwa setiap 200 tahun Naga Puncak Merapi selalu menampakkan diri.  Membawa keajaiban unsur alam yang berganti ganti setiap periodenya melalui mustika aneh yang ada di kepalanya.  Tapi sama sekali tak menduga bahwa dia akan mendapatkan amanat yang luar biasa berat.  Arya Dahana adalah putra dari Arya Prabu, buronan kerajaan yang paling dicari.  Kerabat dari Raja Blambangan yang dianggap sebagai ancaman terbesar Kerajaan Majapahit dari timur.  Bahkan sekarang ada pula di tangan mereka salah satu kitab sakti yang paling dicari di dunia persilatan.  Lima belas tahun lagi, harus bersitegang pula dengan hampir seluruh tokoh sakti tanah jawa. 

Diperhatikannya titipan amanat itu.  Kembali menghela nafas panjang.  Dia tidak yakin ayahnya akan menerima bocah ini sebagai murid.  Ayahnya adalah tokoh hebat aliran putih.  Kepala Sayap Sima yang terkenal.  Tapi dia juga tahu bahwa ayahnya adalah seorang yang tinggi hati dan keras kepala.  Sangat kecil kemungkinan Arya Dahana diterima sebagai muridnya.  Mengingat perseteruan lamanya dengan Arya Prabu dahulu. 

Lamunan Dyah Puspita terputus ketika dilihatnya Arya Dahana menggerakkan bola matanya tersadar.  Diraihnya tangan anak itu," Arya Dahana, bersumpahlah mulai hari ini kau adalah adikku. Akan menuruti semua perkataanku. Dan tidak boleh terpisah dariku."

Arya Dahana mengangkat wajahnya.  Memandang wajah Dyah Puspita yang cantik, dan tersenyum ramah," Baik kakak yang cantik.  Tapi aku harus memanggilmu apa?"

"Panggil aku kakak Puspa, adik yang baik...kamu lapar?"

"Iya kak Puspa, aku lapar sekali..perutku berkokok terus dari tadi.."

"Hi hi hi...baiklah Arya.  Aku akan mencarikanmu makanan.  Tunggulah di sini.  Ingat! Tidak boleh kemana mana..."  Dyah Puspita mengayunkan langkahnya memasuki kelebatan hutan Garahan.  Pastilah banyak bintang buruan di sana pikirnya.  Dia tidak menyadari bahwa sedari tadi, beberapa pasang mata sedang memperhatikan mereka dari balik rimbun semak semak.  Beberapa pasang mata merah yang terlihat bernafsu memandang dirinya dan juga buku kecil yang kini tergeletak di samping Arya Dahana.  Begitu Dyah Puspita masuk ke dalam hutan, tiga orang di antara mereka mengikutinya dengan sembunyi sembunyi.  Sementara 2 orang lainnya keluar dari persembunyian dan menghampiri Arya Dahana. 

"Nahh bocah, duduk sajalah tenang di situ.  Kami mendapatkan tugas dari kakak cantikmu untuk mengambil buku itu." Salah seorang berbicara, orang yang pendek kekar dengan codet di separuh wajahnya.  Arya Dahana memandangi kedua orang itu bergantian.  Tidak terlihat ketakutan di wajahnya.  Tersenyum mengejek dan berkata," Aku tidak mengenal paman berdua, dan aku yakin kakak Puspa juga pasti tidak mungkin mengenal kalian berdua...pergilah paman.  Sebelum kakak Puspa datang dan menghajar bokong kalian."

Dua orang anggota dari Lima Begal Garahan itu terperanjat bukan main.  Anak sekecil ini punya nyali sebesar itu.  Tak sabar, si pendek maju ke depan. Berniat mencengkeram lengan Arya Dahana dan melemparkannya ke jurang.  Alangkah kagetnya dia ketika belum juga tangannya menyentuh, sebuah kekuatan yang tak kasat mata menolak tubuhnya dengan hebat.  Belum juga hilang kagetnya, bocah lelaki itu mendorongkan kedua tangannya ke arah temannya yang sedang maju untuk memberikan pukulan kepada bocah itu.  

Temannya yang kurus tinggi itu terpelanting ke belakang.  Kepalanya yang botak membentur batu yang banyak berserakan di situ.  Meskipun tenaga Arya Dahana sangatlah besar dan ajaib, namun karena belum terlatih maka akibatnya tidaklah fatal.  Si tinggi kurus bangkit dan menyumpah nyumpah sambil menggosok gosok kepalanya yang benjol sebesar telor itik.  Diraihnya pedang panjang dari punggungnya dan dengan pandang mata mengancam bergerak hati hati ke arah Arya Dahana.   Sementara si pendek juga tidak mau kalah.  Di tangannya telah tergenggam sebatang tongkat dari besi baja. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun