Mohon tunggu...
Mim Yudiarto
Mim Yudiarto Mohon Tunggu... Buruh - buruh proletar

Aku hanyalah ludah dari lidah yang bersumpah tak akan berserah pada kalah....

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Firasat, Hidup Mati dan di Antaranya

12 Juni 2018   21:28 Diperbarui: 12 Juni 2018   21:48 495
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Lelaki itu mencoba berdiri.  Rusuknya terasa sangat sakit.  Berhasil.  Tapi anehnya tubuhnya menjadi begitu ringan.  Seperti melayang.  Matanya bertemu dengan matahari yang masih bersemu merah.  Di sekelilingnya suasana nampak masih remang-remang.  Bahkan gema sisa adzan subuh terdengar dari jauh.

Kenapa tiba-tiba aku berada di tempat ini?  Ini kan rumah masa kecilku di desa.  Supaya lebih meyakinkan hati, lelaki itu melangkah ke halaman.  Sebuah taman kecil berisi bunga-bunga kanthil tumbuh subur di situ.  Menyiarkan wangi yang dikenalinya.

Aahhh itu kan bunga-bunga kanthil kesukaan emak?  Perasaan dia sudah lama tidak pulang kampung.  Terakhir justru ketika dia memakamkan emaknya yang meninggal di usia tua.  Sekitar 5 tahun yang lalu.

Lelaki itu mengerjapkan matanya.  Seberkas cahaya menyilaukan matanya.  Cahaya yang ganjil karena bergerak mendekat dengan cepat.  Mungkin itu rombongan kunang-kunang.  Atau bintang jatuh yang terlalu dekat ke tanah.

Bukan.  Sama sekali bukan seperti yang dipikirkannya.  Cahaya itu adalah cahaya dari lampu senter yang sangat terang.  Menyorot langsung ke matanya.  Seperti memeriksa apakah ada kegelapan bersemayam di tubuhnya.

Lelaki itu berusaha mengelak.  Tidak berhasil.  Cahaya itu terlanjur menyusup melalui semua lubang di tubuhnya.  Bercampur dengan aliran darah dan kepadatan sungsum.  Tubuhnya menggeliat hebat.  Kesakitan. 

Membuatnya tidak sadar.

-----

Perempuan itu mengusap butir-butir mutiara yang tumbuh di pipinya.  Lelaki di hadapannya ini tidak bergerak.  Hanya suara mesin penopang kehidupan yang berbunyi ringan.  Selebihnya, diam tanpa suara maupun gerakan.

Digenggamnya tangan dingin si lelaki.  Dokter tadi menjelaskan bahwa lelaki itu dalam kondisi koma karena luka trauma yang dideritanya.  Tidak bisa dipastikan apakah lelaki itu bisa kembali sadar atau sebaliknya.

Perempuan itu mencoba menguatkan diri.  Terhuyung-huyung bangkit berdiri.  Tas kekasihnya itu tergeletak di meja.  Utuh.  Tangannya terulur membuka.  Memeriksa apakah ada yang tercecer atau hilang.  Dia hafal apa isi tas lelaki itu.  Laptop, buku agenda, rokok dan pemantiknya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun