Aku ingin Emha mendatangi puisiku
Mencela kata yang seharusnya tak ada
Waktu aku menyebut nama Tuhan dengan seadanya
Aku mau Umbu melempar segelas bir
Bukan untuk kuminum tapi kusiramkan sebagai syair
Agar tercipta gelegak soda dalam kalimatnya
Aku tahu barangkali Taufiq Ismail akan tersenyum maklum
Puisiku terpendam di zaman yang uzur
Tak usah menunggu mati karena dengan sendirinya akan menuju kubur
Aku pasti dilempar tulang oleh Chairil Anwar
Katanya untuk apa aku membawa-bawa sampah
Sajak dan puisiku yang aku simpan di lemari dengan kaca pecah
Aku paham Rumi pasti tertawa dari makamnya
Aku menulis recehan di atas kertas basah
Tidak cukup untuk memberi arti bagi jiwa yang hendak musnah
Aku sadar Gibran tak akan mau membaca
Sajakku yang kurang ajar terhadap makna
Dan sudah semestinya aku jadikan bahan bakar di tungku tua saja
Kafka malah tak mau berpaling sedikitpun
Jika ini zaman sebelum renaissance
Aku pasti dicap penyihir yang harus dipancung bersama puisinya
Aku mengagumi Neruda
Aku menulisnya sebagai dewa
Neruda melemparkan sekeping logam, katanya
Puisimu sepandir cerita Ali Baba!
Bogor, 7 Oktober 2017