Mohon tunggu...
Milham Ihsanuddin
Milham Ihsanuddin Mohon Tunggu... Mahasiswa

Saya seorang yang suka sekali dengan hal baru dan hangat

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Senyap di Tengah Angin

30 Mei 2025   19:24 Diperbarui: 30 Mei 2025   19:24 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Angin malam menyusup lewat celah jendela tua markas veteran di bilangan Jakarta Selatan. Jam dinding berdetak lambat, seolah menunggu keputusan yang tak kunjung datang.

Jenderal (Purn.) Wisnu Adimarga memandangi berkas berita di hadapannya. Wajah Wakil Presiden muda, Bagas Rahman, terpampang di layar koran digital yang ia cetak---tersenyum lebar saat meresmikan proyek "Kota Digital Nusantara".

"Anak itu terlalu cepat naik, terlalu muda untuk memahami kedalaman republik ini," gumamnya lirih.

Di seberangnya, Kolonel (Purn.) Suryo memutar gelas kopinya. "Kau tahu, Wisnu, aku pernah bertemu ayahnya. Pejuang sejati. Tapi anak ini? Ambisius, ceroboh... dan terlalu dekat dengan para pebisnis asing."

Letnan Jenderal (Purn.) Hadi membalas dengan nada berat, "Dan rakyat? Mereka sibuk dengan potongan-potongan konten lucu. Tak sadar siapa yang sebenarnya memegang kendali negara."

Ketiganya terdiam. Di balik dinding markas, lukisan-lukisan pertempuran tergantung bisu. Medan Merdeka, Operasi Seroja, Poso. Kini, mereka bertempur dalam senyap---dengan memori dan keyakinan bahwa negeri ini harus dijaga, meski dengan cara yang tak lagi konvensional.

Beberapa pekan kemudian, sebuah rapat tertutup digelar di vila tua di daerah Puncak. Hadir sepuluh purnawirawan, rata-rata berusia di atas 65 tahun. Mereka bukan sembarang pensiunan---mereka adalah mantan komandan wilayah, perancang strategi negara, dan pelindung Republik.

"Bagas tak salah sendiri," kata Wisnu membuka. "Tapi kekuasaan telah butakan dia. Kita tak bisa duduk diam, menunggu negara dijual dalam bungkus kemajuan digital dan kata-kata manis."

Seseorang bertanya, "Apa kau ingin kudeta?"

"Bukan. Kita tak butuh senjata lagi. Tapi kita punya pengaruh, jaringan, dan... sejarah."

"Lalu apa rencanamu?"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun