Tidak hanya berjuang memimpin PT KAI melewati tantangan pandemi, pak Didiek juga merangkul para railfans. Dalam suatu kesempatan, pada masa-masa awal menjabat, pak Didiek berkunjung ke kawasan Stasiun Tugu Yogyakarta. Melalui akun media sosialnya, ia mengajak para railfans untuk bertemu. Hal itu disambut oleh para railfans.
Sejak saat itu, terlihatlah perhatian pak Didiek pada para railfans. Hal ini tentu saja menjadi angin segar untuk para railfans yang selama ini dipandang memiliki hobi aneh oleh sebagian masyarakat; suka kok sama kereta?
Perhatian dan penghargaan pak Didiek dan pimpinan PT KAI juga terus berlanjut. Bila biasanya para railfans dilibatkan dalam posko angkutan Lebaran, Nataru (Natal dan Tahun Baru), hingga sosialisasi keamanan berlalu lintas di perlintasan jalan rel, pihak perusahaan juga mengapresiasi aspirasi terkait sarana kereta api dari para pecinta kereta api. Hal itu terlihat dari diterapkannya skema cat (livery) ala era Perusahaan Jawatan Kereta Api (PJKA) berupa livery krem-hijau di lokomotif CC2018331.
Livery yang disebut livery vintage ini hadir atas usulan komunitas pecinta kereta api, Semboyan Satoe Community dan Indonesian Railway Preservation Community. Dalam peresmian livery vintage pada akhir Februari 2021, para railfans yang terlibat dalam pengusulan livery diajak mengikuti peresmian di Balai Yasa Yogyakarta. Tidak hanya seremonial, setelah upacara, para railfans juga diajak beramah-tamah di ruang aula Balai Yasa. Pak Didiek dengan ramah menyapa para railfans.
Aspirasi livery lawas pada lokomotif ini terus berlanjut. Setelah CC2018331, Depo Lokomotif Semarang Poncol kemudian mengecat lokomotif CC2018334 juga dengan livery vintage, menyusul CC2019201 milik Depo Lokomotif Jember, kemudian CC2017717 milik Depo Lokomotif Cirebon. Sayangnya, CC2017717 kemudian rusak parah dalam kejadian tabrakan kereta api di Cicalengka.
Selain livery vintage, PT KAI juga menerima usulan dari para railfans untuk livery lainnya yakni livery merah-biru ala Perusahaan Umum Kereta Api (Perumka) pada CC2018348 milik Depo Lokomotif Sidotopo Surabaya, kemudian livery dua garis biru era 1990an pada lokomotif CC2030203 yang juga milik Sidotopo.
Keramahan dan kehangatan pak Didiek dan jajaran tentu akan menjadi kenangan manis yang akan terus diingat oleh para pecinta kereta api Indonesia.
Semoga saja penerusnya, yakni pak Bobby Rasyidin juga terus merangkul para pecinta kereta api, tidak hanya dari komunitas, tapi juga kalangan independen yang peduli dan mendukung perkembangan kereta api Indonesia. Terima kasih, pak Didiek, selamat nyepur, pak Bobby!
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI