Di sisi lain, ini juga bisa mengaburkan penilaian objektif terhadap tindakan seseorang. Ketika seseorang berstatus tinggi melakukan pelanggaran, masyarakat cenderung diam atau tidak enak menegur. Tapi ketika yang melanggar adalah orang biasa, bisa habis dicaci. Ini jelas mencerminkan ketimpangan cara berpikir.
Mengembalikan Nilai pada Etika, Bukan Label
Mungkin sudah saatnya kita mulai mengubah cara pandang. Bahwa menjadi PNS, pegawai swasta, wiraswasta, atau pekerja lepas, semuanya sah dan terhormat selama dilakukan dengan jujur dan bertanggung jawab. Profesi hanyalah bagian dari identitas sosial, bukan cermin mutlak kualitas pribadi.
Lebih penting lagi, mari biasakan menilai seseorang dari sikap dan perilakunya. Kalau dia pinjam uang, ya harus dibayar. Kalau bikin janji, ya ditepati. Tidak peduli dia pakai seragam dinas atau kaus oblong. Karena ukuran manusia bukan statusnya, tapi kejujurannya.
Dari Percakapan Ringan ke Refleksi Sosial
Kadang, kita tidak perlu teori berat untuk memahami pola pikir masyarakat. Satu percakapan ringan bisa jadi jendela kecil yang menunjukkan bagaimana kita masih terjebak dalam cara berpikir yang usang. Memandang tinggi profesi tertentu, dan meremehkan yang lain. Menutup mata terhadap kesalahan orang "terhormat," tapi cepat menghakimi orang biasa.
Semoga kita pelan-pelan bisa berpindah. Dari memuja status ke menghargai integritas. Dari menilai tampilan ke menimbang nilai. Karena pada akhirnya, bukan apa pekerjaannya yang penting, tapi bagaimana seseorang menjalani hidupnya dengan tanggung jawab dan hormat.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI