Mohon tunggu...
Michael D. Kabatana
Michael D. Kabatana Mohon Tunggu... Relawan - Bekerja sebagai ASN di Sumba Barat Daya. Peduli kepada budaya Sumba dan Kepercayaan Marapu.

Membacalah seperti kupu-kupu, menulislah seperti lebah. (Sumba Barat Daya).

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Eksploitasi Berwajah Baru dalam Kehidupan

3 Maret 2020   06:27 Diperbarui: 17 Maret 2020   01:02 193
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kata eksploitasi tentu bukan kata baru bagi kita. Ada dua makna kata eksploitasi. Pertama kata eksploitasi pada tataran positif menjelaskan bagaimana mendayagunakan sesuatu hal sehingga bisa bermanfaat secara maksimal tanpa merugikan pihak-pihak tertentu. Kedua pada tataran negatif, kata eksploitasi berarti pemanfaatan sesuatu hal untuk keuntungan sendiri dan merugikan orang lain.

Penggunaan kata eksploitasi pada kalimat judul di atas lebih merujuk kepada pengertian kedua.

Eksploitasi yang sering terjadi di tengah masyarakat setakat kini adalah mempekerjaan anak di bawah umur, yang seharusnya masih menempuh bangku pendidikan. Ini tentu adalah salah satu bentuk diskriminasi dan eksploitasi terhadap hak anak-anak. Ini seharusnya bukan saja menjadi perhatian masyarakat, tapi pemerintah juga punya peranan penting terhadap kondisi ini.

Persoalan ekploitasi anak, sudah diakomodir dalam UU Perlindungan Anak, tetapi pada praktiknya, kesadaran masyarakat dan kurangnya sosialisasi dari pemerintah, membuat UU tersebut hanya bacaan manis dalam tataran konsep dan retorika.

Belum selesai eksploitasi dengan model demikian sudah muncul lagi eksploitasi dengan wajah baru yang prosesnya lebih naik satu tingkat yang sudah sering terjadi. Tipe eksploitasi model ini adalah dilakukan oleh orang-orang yang mengatasnamakan moral dan kemanusiaan. Di beberapa daerah pedalaman, eksploitasi jenis ini sudah lama terjadi dan sering terjadi namun belum disadari secara mendalam oleh para orang tua.

Orang memakai alasan moral dan kemanusiaan mempublikasi ketidakberdayaan anak-anak untuk mendapatkan simpati, popularitas dan bantuan finansial di mana semua itu dikonsumsi  dan menguntungkan pihak-pihak tertentu saja. Itulah sebabnya, saya menyebutnya sebagai eksploitasi berwajah baru.

Keadaan memprihatikan dari anak-anak dijadikan data proposal, difoto dan diekspose untuk dijadikan daya tarik dan simpati para donatur. Alhasil, ketika bantuan datang malah justru lebih banyak dinikmati oleh orang-orang tertentu.

Saya pikir kita harus menukik lebih dalam mencermati ruang-ruang tertutup. Karena kadang justru keadaan seperti ini justru sengaja dilanggengkan oleh orang-orang tertentu karena itulah lahan kerja tempat mereka mendapatkan uang.

Ini jauh lebih berbahaya karena terjadi di ruang-ruang tertutup dan hanya dapat diendus oleh orang-orang tertentu. Jangan biarkan anak-anak kita makan hanya dari remah-remah yang jatuh dari meja, itupun disertai dengan cacian dan makian, sedangkan mereka yang memanfaatkan keadaan anak-anak justru makan di meja dari hasil keringat orang lain sambil tertawa terbahak-bahak.

Karena itu, kita harus sepakat dan satukan tekad. Hanya ada satu kata "LAWAN !!!"

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun