Sesuai target RPJMN 2020-2024, angka prevalensi perokok Anak ditargetkan menjadi 8,7%. Sementara, berdasarkan Data Survei Kesehatan Indonesia (SKI) 2023 yang dilakukan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI menunjukkan bahwa jumlah perokok aktif di Indonesia diperkirakan mencapai 70 juta orang, dengan 7,4% di antaranya perokok berusia 10-18 tahun, kelompok usia 15-19 tahun merupakan kelompok perokok terbanyak (56,5%), diikuti usia 10-14 tahun (18,4%). Kelompok anak dan remaja merupakan kelompok dengan peningkatan jumlah perokok yang paling signifikan.
Ketua Umum LPAI, Kak Seto Mulyadi mengatakan peran orang tua dan keluarga sangat penting dalam melindungi anak dan remaja dari bahaya rokok, orang tua harus menjadi teladan dengan tidak merokok atau tidak menunjukkan bahwa merokok adalah perilaku yang wajar (orang tua adalah patron bagi anak-anaknya), tidak melibatkan anak dalam aktifitas merokok (merokok didepan anak, menyuruh membeli rokok, membagikan  rokok dan lain-lain), Mengedukasi sejak dini (dengan diskusi / mengobrol) tentang bahaya rokok, termasuk efek kesehatan dan dampak sosialnya (menjadi sahabat dan idola anak).
"LPAI membentuk komunitas Keluarga SABAR (Sadar Bahaya Rokok), mengawasi konsumsi media anak-anak, termasuk tayangan televisi, internet, dan media sosial, yang mungkin memuat iklan rokok terselubung (dampak psikologis tayangan iklan digital terhadap anak-anak mendidik anak dengan GEMBIRA (Gerak, Emosi Cerdas, Makan Sehat, Beribadah, Istirahat, Ramah, dan Aktif Berkarya) dan peran serta anak sebagai pelopor dan pelapor serta pelindung bagi teman sebaya," ujarnya.
Sementara itu, Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI), dr. Ni Luh Sri Apsari menuturkan rokok konvensional tidak hanya mengandung nikotin melainkan juga ada racun didalamnya. Nikotin merupakan zat adiktif yang menyebabkan ketergantungan, karbon monoksida merupakan gas beracun yang mengganggu pasokan oksigen ke tubuh, dan Tar zat lengket penyebab utama kanker paru.
Sementara Rokok elektrik juga mengandung nikotin, fromaldehida, logam berat dan flavoring agents yang efek jangka panjangnya belum sepenuhnya diketahui tapi sudah terbukti berbahaya karena beresiko membuat kecanduan yang lebih cepat, gangguan paru (EVALI- e-cigarette 0t vaping use-associated lung injury) dan jembatan untuk menuju merokok konvesional. Hal ini tentu sangat berbahaya bagi tumbuh kembang anak, seperti perlambatan pertumbuhan berat dan tinggi badan, meningkatkan risiko stunting, system kardiovaskular yang menyempitkan pembuluh darah, serangan jantung, stroke, gangguan kesuburan, disfungsi ereksi, gangguan kehamilan, penuaan dini, kulit kusam, dan gigi menguning.
 "Tidak hanya itu masalah lain yang ditimbulkan adalah gangguan perkembangan otak, gangguan perilaku, kecanduan, serta penurunan prestasi akademik akibat nikotin yang mempengaruhi daya ingat dan konsentrasi," tuturnya.
Sementara itu Ketua KPAD Provinsi Bali, Ni Luh Gede Yustini menambahkan, pengendalian tembakau untuk perlindungan hukum terhadap anak korban rokok. Penegakkan hukum perlu memperhatikan substansi, struktur dan budaya. Penegakkan hukum yang efektif tidak hanya bergantung pada substansi hukum yang baik, tetapi juga pada struktur hukum yang efesien dan budaya hukum yang mendukung.
"Pelibatan anak dalam bahaya rokok dapat dipidana. Akan tetapi, harus ada tata laksana implementasi regulasi yang baik, budaya hukum juga melibatkan peran keluarga karena anak cenderung terbiasa menduplikasi kebiasaan orang tua. Kemudian, peran pemerintah daerah perlu ditingkatkan dengan memberikan layanan bagi anak yang ingin berhenti merokok dan harus berlaku secara continue. Selain itu, media digital juga sangat berperan penting dalam penyadaran dan pencegahan rokok pada usia anak. Pencegahan dan penanganan harus dilakukan secara sustainable agar berhasil menekan angka perokok pada anak," katanya.
Duta Anak Nasional 2025/TC Warriors LPAI Bali, Ayu Arini Dipta Septina mengatakan TC Warriors merupakan program LPAI yang menjadi wadah partisipasi anak untuk mengedukasi dan mengadvokasi terkait pentingnya perlindungan anak dari bahaya rokok, terutama dari gempuran iklan, promosi dan sponsor rokok yang penuh dengan tipu daya industri.
"TC Warriors juga bertugas untuk melakukan pengawasan terhadap pembentukan dan penerapan Perda Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di daerah (provinsi dan kabupaten/kota), pelibatan anak sebagai pelopor dan pelapor dalam melakukan aksi TC bersama. Temuan TC Warriors LPAI Bali yaitu meski telah ada pelarangan dalam PP Nomor 28 Tahun 2024 Tentang Kesehatan, tetapi pada kenyatannya masih banyak ditemukan iklan rokok dimana-mana terutama di billboard dan warung sehingga mudah dijangkau anak. Banyak orang tua yang merokok secara bebas di hadapan anak. Oleh karena itu, Suara Anak Indonesia hasil Kongres Anak Indonesia Tahun 2025 terdapat pada Poin 1 dan Poin 2 yang menyebutkan bahwa "Kami sebagai anak-anak Indonesia menyatakan: 1 Kami memohon kepada pemerintah untuk merealisasikan suara anak yang telah diajukan, menindaklanjuti hasil keputusan bersama secara langsung di lapangan serta meningkatkan sarana dan prasarana edukatif bagi anak, orang tua, dan masyarakat agar lebih cepat merespon pendapat yang disampaikan; 2. Kami memohon kepada pemerintah untuk mempertegas implementasi regulasi dalam hal pengoptimalan Kawasan Tanpa Rokok (KTR) dan Iklan, promosi, dan sponsorship rokok (IPSR) serta melakukan rehabilitasi khusus bagi perokok usia anak. Kami (Anak Indonesia) berharap permasalahan rokok dalam dunia anak dapat segera teratasi dengan baik, sehingga kami (Anak Indonesia) bisa terbebas dari jeratan asap rokok, semoga segala regulasi yang mengatur terkait perlindungan anak dari bahaya rokok dapat terimplementasi dengan baik, Together We Grow, Together We Protect- a Save World For Every Child," tandasnya.**
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI