Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Kita Sedang Menghadapi Manusia, Bukan Benda

26 Juli 2020   23:49 Diperbarui: 29 Juli 2020   05:05 544
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang murid baru tingkat Sekolah Dasar (SD) mengikuti Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS) secara daring dari rumahnya di Blitar, Jawa Timur, Senin (13/7/2020). (Foto: ANTARA/IRFAN ANSHORI)

Betapa ringan, Mas Menteri Nadiem Makarim berbicara tentang diperpanjangnya masa pembelajaran jarak jauh atau belajar dari rumah. Sedangkan fakta di lapangan, betapa banyak hal yang harus ditakar, diukur, dipertimbangkan.

Maka wajar bila menghadapi keresahan ini, kita akan spontan bergumam; "Cing atuh lah", atau setara dengan "Plis deh".

Pertama, pembelajaran tak cukup bermodal kuota internet. Artinya, dalam proses pembelajaran itu butuh keterpautan emosi, butuh bonding, butuh sentuhan, butuh asupan suplemen semangat dari guru kepada murid.

Terlepas, apakah konteks pembelajarannya model skolastik atau home schooling. Keduanya membutuhkan modal kasih sayang (afeksi).

Nah, saat tak bertemu, saat tak bertatap muka, afeksi atau kasih sayang ini menjadi sangat tak sederhana untuk dapat tersampaikan. Demikian pula dengan energi (motivasi, antusiasme, optimisme, asupan keyakinan bahwa anak bisa, dan lain-lain). Ini tak bisa digantikan sempurna dengan komunikasi secara online.

Maka, apalagi ketika guru dengan sangat rigidnya hanya memberi tugas, memberi instruksi, lalu menagih tugas. Titik.   

Kedua, seharusnya Menteri Pendidikan menjadi corong paradigma yang memaparkan pemahaman tentang bahwa pembelajaran jarak jauh, tidak auto daring. Artinya, dalam konteks pembelajaran jarak jauh, anak-anak tetap harus dikembalikan dan diarahkan pada kertas.

Jangan sampai pula, guru atau para pengampu pendidikan, merasa bengga ketika semua konteks pembelajaran serba berbasis digital. Karena digitalisasi secara utuh dalam pembelajaran anak, hanya akan merusak ketahanan mental.

Bayangkan, ketika pagi hari anak harus mengawali kegiatan dengan video call, lanjut dengan pemaparan materi melalui platform Zoom selama paling sedikit 1 jam, lanjut mengerjakan soal latihan melalui aplikasi, lanjut harus mengirim video, dan seterusnya. Seharian utuh, berdigital ria.

Apakah hal demikian keren? Nah, paradigma inilah yang kemudian penting disampaikan dari pihak-pihak berwenang. Jangan sampai kemudian, generasi kita merasa keren dengan sistem pembelajaran online.  

Dan bukan tak ada. Seorang ibu, mengeluhkan tentang penggunaan smartphone miliknya untuk kebutuhan pembelajaran jarak jauh anak-anak. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun