Mohon tunggu...
Miarti Yoga
Miarti Yoga Mohon Tunggu... Penulis - Konsultan Pengasuhan

Mengenal Diri, Mengenal Buah Hati

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Anak Kita dan "Rumput Tetangga"

2 Juli 2020   07:35 Diperbarui: 3 Juli 2020   01:39 649
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi (Sumber: Unsplash/Sharon McCutcheon)

Alasannya bisa jadi karena luar biasa kompaknya suami-istri dalam keluarga tersebut. Bisa jadi karena sisi perjuangan atau perjalanan hidup yang tak dimiliki orang lain. Bisa jadi pula karena faktor kekuatan ayah dan ibunya yang memang sudah inspiratif sebelum membangun keluarga dan melahirkan anak-anak.

Kedua adalah faktor nature dan nurture. Nature itu, terkait gen atau keturunan.

Tanpa sadar, anak-anak cerdas dan memiliki bakat atau potensi tertentu, karena memang ayah, ibu, atau siapapun yang termasuk NASAB (bisa dari paman, bibi, uwa, kakek, nenek, dan hubungan darah lainnya), memiliki potensi yang sama.

Pun untuk bab nurture (budaya, kebiasaan, lingkungan pendukung), bisa jadi, hal ini memberi pasokan yang kuat dalam membentuk anak-anak.

Artinya, ayah dan ibu yang memiliki budaya kuat menghafal atau bertilawah Al-Qur'an secara disiplin di lingkungan rumah. Maka sangat wajar, bila budaya tersebut menjadi input tersendiri.

Demikian pula dengan anak-anak yang semakin hari semakin terlihat DNA tukang jualan. Karena memang ayah dan ibunya pun begitu kencang untuk urusan berjualan. Gesit, cerdas menangkap peluang, tak canggung menawarkan, bersedia "riweuh" menyuiapkan barang dagangan, negosiasi ke sana-sini, dan seterusnya.

Lalu, anaknya dengan sangat refleks dan percaya dirinya menawarkan barang jalan kepada teman, kepada pihak sekolah, dan seterusnya. Ini bagian dari pasokan faktor nurture yang sangat alamiah dilihat dan didapat dari ayah dan ibunya sendiri.

Faktor ketiga adalah faktor visi-misi. Saat pasangan suami-istri begitu kuatnya memiliki cita-cita untuk meluskan jangkauan kemanfaatan, untuk berbuat kebaikan untuk banyak orang, untuk berdakwah di jalan Allah, untuk menginspirasi peradaban, maka secara tidak langsung, energi visi misi orang tua akan menghunjam pada diri anak.

Dan menjadi wajar jika kemudian anak-anaknya inspiratif. Karena ada sugesti-sugesti positif yang mengalir dari obrolan, dari harapan, dari petuah-petah orang tuanya yang mengalir alamiah dalam setiap harinya.

Sebagai contoh, ada seorang bapak (termasuk tokoh pendidikan). Setelah menikah, dikaruniai sejumlah kurang lebih 12 putra-putri. Keduabelas putra-putrinya berhasil lolos memasuki pergurua tinggi negeri terkemuka. Tak terkecuali.

Padahal jika dihitung dari bekal finansial yanhg dimiliki, keluarga tersebut adalah keluarga biasa-biasa saja alias bukan keluarga yang berkecukupan. Namun konteks "manjadda wa jada" dalam hal ini, menjadi sangat terbukti. Dalam istilah orang Sunda, "namun keyeng tangtu pareng".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun