Dinasti Abbasiyah lahir pada pertengahan abad ke-8 dan memindahkan pusat pemerintahan ke Baghdad pada tahun 762 M. Baghdad berkembang pesat sebagai pusat perdagangan internasional Jalur Sutra sekaligus pusat ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Di bawah kepemimpinan khalifah-khalifah Abbasiyah, khususnya pada abad ke-9 hingga 10, lahirlah Zaman Keemasan Islam. Di masa ini, Bayt al-Hikmah didirikan sebagai pusat penerjemahan karya klasik dari Yunani, Persia, dan India. Dari sinilah muncul tokoh-tokoh besar seperti Al-Khawarizmi dalam bidang matematika, Ibnu Sina dalam kedokteran, serta Al-Haytham dalam ilmu optika. Baghdad juga menjadi mercusuar seni, arsitektur, dan filsafat dunia. Namun, sejak abad ke-10 kekhalifahan mulai melemah akibat bangkitnya dinasti-dinasti lokal seperti Buyid dan Seljuk, serta persaingan internal di lingkungan istana.Â
Periode Pertengahan 1250 -1800 M
Invasi Mongol
Pada 1258, Baghdad hancur akibat invasi Mongol yang dipimpin Hulagu Khan. Khalifah al-Musta’shim terbunuh, menandai runtuhnya kekuasaan politik Abbasiyah sekaligus berakhirnya secara nyata Zaman Keemasan Islam. Meski secara simbolis Abbasiyah tetap bertahan di Kairo di bawah perlindungan Mamluk, fungsi politik khalifah tidak lagi sebagaimana sebelumnya.
Setelah kehancuran Baghdad, Dinasti Mamluk berkuasa di Mesir dan Suriah sejak 1250 hingga 1517. Mamluk berhasil mengalahkan pasukan Mongol di Pertempuran Ayn Jalut pada 1260 dan menjadi benteng Islam dari serangan Salibis. Di kemudian hari, mereka ditaklukkan oleh Kesultanan Ottoman pada 1517. Ottoman sendiri berdiri sejak akhir abad ke-13 dan berkembang pesat hingga menaklukkan Konstantinopel pada 1453. Dengan Istanbul sebagai ibukota, mereka menjadi kekhalifahan Islam yang paling lama bertahan, menguasai wilayah luas di Asia, Eropa, dan Afrika. Selain Ottoman, dunia Islam juga mengenal Dinasti Safavid di Persia sejak 1501 yang menjadikan mazhab Syiah sebagai identitas utamanya, serta Dinasti Mughal di India sejak 1526 yang dikenal dengan kebijakan inklusif dan warisan budaya megah seperti Taj Mahal.Â
Periode Modern 1900 M - Sekarang
Memasuki abad ke-19, dunia Islam mulai menghadapi gelombang kolonialisme Eropa yang melemahkan posisi politik, ekonomi, dan kultural umat. Invasi Napoleon ke Mesir pada tahun 1798 menjadi titik awal dominasi Barat di dunia Islam. Sejak saat itu, kekuatan kolonial, terutama Inggris dan Prancis, semakin menguasai wilayah-wilayah strategis umat Islam.
Kesultanan Utsmaniyah yang sejak abad ke-16 berdiri sebagai salah satu kekuatan terbesar Islam, perlahan-lahan mengalami kemunduran. Kekalahan mereka dalam Perang Dunia I semakin memperburuk keadaan. Perjanjian Sykes-Picot antara Inggris dan Prancis pada 1916 membagi-bagi wilayah Ottoman di Timur Tengah. Meski kemenangan Ottoman dalam Pertempuran Gallipoli (1915–1916) menjadi simbol heroisme bangsa Turki, posisi kekhalifahan tidak mampu bertahan. Akhirnya, pada tahun 1924, Mustafa Kemal Atatürk secara resmi menghapus institusi kekhalifahan dan mendirikan Republik Turki modern.
Keruntuhan kekhalifahan membawa dampak besar pada dunia Islam. Di berbagai wilayah, lahir gerakan dan pemikiran pembaharuan Islam. Di Jazirah Arab, muncul gerakan Wahabisme yang dipelopori oleh Muhammad ibn Abdul Wahhab. Gerakan ini bertujuan untuk memurnikan kembali ajaran Islam dengan memberantas praktik-praktik yang dianggap sebagai tahayul, bid’ah, dan khurafat. Sementara itu, di anak benua India, Sayyid Ahmad Khan mendirikan Muhammadan Anglo-Oriental College pada tahun 1875 (kelak menjadi Universitas Aligarh) yang mendorong pendidikan modern bagi umat Islam. Pemikir lain seperti Allama Muhammad Iqbal mengembangkan filsafat Islam modernis yang menggabungkan spiritualitas Islam dengan cita-cita kebangkitan politik.
Selain itu, sejumlah tokoh besar pembaruan Islam modern hadir dalam wacana keilmuan, antara lain Jamaluddin al-Afghani yang menyerukan persatuan umat (Pan-Islamisme), Muhammad Abduh yang memadukan rasionalitas dengan ajaran Islam, serta muridnya, Rashid Ridha, yang mengembangkan gagasan reformasi hukum Islam. Gelombang pembaharuan juga mencapai Nusantara. KH Ahmad Dahlan mendirikan Muhammadiyah dengan penekanan pada pendidikan modern dan dakwah, sedangkan KH Hasyim Asy’ari mendirikan Nahdlatul Ulama untuk mempertahankan tradisi keilmuan pesantren. Tokoh lain seperti Ahmad Surkati dan Haji Abdul Karim Amrullah (HAMKA) turut menjadi bagian dari gerakan reformasi sosial, pendidikan, dan dakwah di Indonesia.
Dalam bidang politik, semangat pembaharuan Islam berjalan beriringan dengan gerakan nasionalisme. Di Afrika Utara lahir gerakan Pan-Arabisme yang dipelopori oleh Gamal Abdel Nasser di Mesir dan Habib Bourguiba di Tunisia. Sementara itu, Sayyid Hasan al-Banna mendirikan Ikhwanul Muslimin pada 1928 sebagai gerakan Islamis modern yang menekankan syiar sosial-politik Islam.