Mohon tunggu...
Muhammad Rizky
Muhammad Rizky Mohon Tunggu... Mahasiswa - mahasiswa

main bola

Selanjutnya

Tutup

Vox Pop

Infrastuktur, Industri, dan Inovasi

25 Januari 2024   22:11 Diperbarui: 25 Januari 2024   22:11 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.medcom.id/

KASUS INFRASTRUKTUR 

Ruang publik masih diramaikan dengan pemberitaan perihal jalan rusak di daerah. Setelah Lampung, jalan rusak di Sumatera Utara, Sumatera Selatan, dan Jambi menyusul menyita perhatian. Jalan dengan lubang menganga lebar pada dasarnya dapat kita temui di banyak daerah. Persoalan yang tidak asing ini terjadi bukan hanya karena kurangnya anggaran pembangunan jalan, melainkan juga korupsi.

Dari Sosial Media ke Kunjungan Presiden

Berawal dari kritik warga atas buruknya kualitas jalan di Lampung yang direspon arogan oleh pejabat daerah setempat, topik "jalan rusak" viral di sosial media. Pemerintah dinilai tidak becus membangun jalan dan juga antikritik. Padahal, kritik atas jalan yang rusak parah tersebut adalah kritik berdasar. Jalan adalah fasilitas publik yang diakses warga sehari-hari. Baik dan buruknya kualitas jalan dapat dirasakan dan dilihat secara nyata oleh warga.

Kekuatan sosial media atas kasus ini membuat Presiden Jokowi beserta Menteri Pembangunan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) dan jajarannya turun langsung menikmati sensasi berkendara di jalan rusak. Tidak hanya menyidak jalan rusak di Lampung, rombongan Presiden juga melakukan aksi serupa di jalan rusak yang menjadi keluhan warga di Sumatera Utara dan Jambi. Warga di daerah lain pun beramai-ramai mengeluhkan kondisi jalan yang tak jauh beda di daerahnya.

Langkah Presiden Jokowi banyak diapresiasi. Terlebih, presiden menjanjikan perbaikan jalan dari anggaran pemerintah pusat. Solusi tersebut dinilai solusi konkret menjawab persoalan. Namun, komitmen dan alokasi anggaran saja tidak cukup. Bak ada gula ada semut, pembangunan berada di bawah ancaman korupsi. Transparansi dan pengawasan pembangunan mulai dari tahap perencanaan menjadi satu hal yang penting.

Anggaran Besar, Korupsi Besar

Pemerintah pusat dan daerah mengalokasikan anggaran pembangunan jalan yang cukup besar dari tahun ke tahun. Sebagaimana disebutkan Menteri Keuangan Sri Mulyani, pemerintah pusat menganggarkan Rp 203,5 triliun untuk pembangunan jalan daerah dan nasional dalam APBN 2023. Pembangunan terbesar dilakukan di Pulau Sumatera, yaitu mencapai Rp 71,5 triliun atau 35% dari anggaran pembangunan jalan. Anggaran itu untuk membangun jalan tol maupun non-tol dan mencakup biaya pembebasan lahan hingga pembangunan jalan dan jembatan.

Alokasi anggaran besar untuk pembangunan jalan bukan hanya terjadi pada tahun ini. Tahun-tahun sebelumnya, pemerintah pusat juga mengalokasikan anggaran puluhan miliar dari APBN. Demikian pula pemerintah daerah dalam APBD. Proyek pembangunan jalan tidak pernah absen dari agenda pembangunan nasional-daerah. Pemerintah Provinsi Lampung, misalnya, mengalokasikan lebih dari Rp 650 miliar untuk pembangunan dan pemeliharaan jalan. Masalahnya, pembangunan jalan tidak lepas dari persoalan korupsi.

Inventarisir Indonesia Corruption Watch (ICW) atas penindakan kasus korupsi setiap tahunnya menemukan masih tingginya jumlah kasus dan kerugian negara akibat korupsi Pengadaan Barang/ Jasa (PBJ), khususnya pembangunan infrastruktur. Sebanyak 250 dari 579 (43%) kasus korupsi yang ditindak aparat penegak hukum sepanjang 2022 berkaitan dengan PBJ, dimana. 58% diantaranya merupakan PBJ infrastruktur, termasuk pembangunan jalan dan jembatan. Korupsi infrastruktur diyakini lebih tinggi di lapangan dibanding angka penindakan yang dilakukan penegak hukum. 

Salah satu kasus korupsi jalan dengan nilai kerugian negara tertinggi terjadi di Lampung Selatan. Pada 2022 lalu, Kepolisian Daerah Lampung menyidik kasus korupsi pengadaan Jalan Ir. Sutami Ruas Tanjung Bintang-Sribhawono tahun anggaran 2018-2019. Dari nilai kontrak Rp 143 miliar, kerugian negara disebut melebihi Rp 29 miliar. Kasus ini sekaligus menunjukkan kondisi kronik korupsi infrastruktur karena kerugian negara mencapai 20,3% dari nilai kontrak.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Vox Pop Selengkapnya
Lihat Vox Pop Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun