Mohon tunggu...
Moh Heri Kurniawan
Moh Heri Kurniawan Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Perawat Sebagai Care Giver Lansia

21 Mei 2017   23:56 Diperbarui: 21 Juni 2017   16:14 7585
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Jumlah lansia semakin meningkat dari tahun ke tahun namun pelayanan kesehatan terhadap lansia masih jauh dari harapan. Upaya pemerintah untuk menyejahterakan lansia telah banyak dilakukan sejak pertama kali digaungkan pada tahun 1998, namun entah mengapa sampai saat ini belum efektif untuk menyelesaikan masalah lansia yang terbilang cukup komprehensif. Dari begitu banyak kebijakan yang dikeluarkan oleh pemerintah, tak banyak yang memaksimalkan potensi dan kemampuan perawat dalam menangani masalah lansia.

Salah satu strategi Kementrian Kesehatan dalam menangani masalah lansia adalah dengan meningkatkan pengembangan dan pendayagunaan sumber daya manusia (SDM) kesehatan yang merata dan bermutu. Namun dalam pelaksanaannya banyak mengalami kendala, salah satu contoh kendala yang dialami adalah ketidaksesuaian antara permintaan dan penyediaan.

Selain keterbatasan SDM, keterbatasan fasilitas kesehatan yang memadai juga menjadi salah satu hambatan terlaksanannya kebijakan tersebut. Berdasarkan Risfaskes 2011, Puskesmas yang menjalankan pelayanan secara komprehensif yang meliputi promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif  rata-rata nasional sekitar 42,3%, dan proporsi tertinggi ditemukan di Provinsi DIY yaitu 71,9%. Hal ini menunjukkan adanya kesenjangan fasilitas kesehatan pada tiap daerah di Indonesia yang mengakibatkan pelaksanaan kebijakan mengalami hambatan.

Kesenjangan yang terjadi mengakibatkan ketidakoptimalan pelaksanaan kebijakan pada tatanan bawah. Hal ini didukung dari data Direktorat Bina Upaya Kesehatan Dasar tahun 2015 yang didapat dari laporan daerah, jumlah puskesmas yang telah melaksanakan pelayanan kesehatan santun lanjut usia adalah 824 puskesmas atau sekitar 10% dari jumlah puskesmas seluruhnya. Untuk pelayanan di masyarakat, Kelompok Lanjut Usia yang dibina oleh puskesmas mencapai lebih dari 70.000 orang. Masalah klasik ketidakoptimalan pelayanan kesehatan dikarenakan keterbatasan fasilitas dan SDM kesehatan. Hal ini berkaitan pula dengan minimnya anggaran pemerintah dalam sektor kesehatan.

Menurut Pasal 171 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan menyebutkan bahwa alokasi anggaran kesehatan adalah minimal 5% dari APBN, dan minimal 10% dari APBD (Propinsi dan Kabupaten Kota). Namun pada kenyataannya alokasi dana tersebut tidak mencapai batas target minimal. Terlebih lagi target alokasi dana kesehatan yang terbilang begiu kecil, dalam pelaksanaannya lebih mengutamakan pada kuratif/pengobatan dibandingkan promotif dan preventif/ pencegahan, terlebih lagi penanganan pada lansia.

Masalah lain yang saat ini terjadi adalah adanya sentralisasi program kesehatan, pemerintah pusat (Kementerian Kesehatan) tidak bertindak sesuai perannya sebagai regulator, tapi merangkap sebagai operator. Hal ini justru menurunkan efisiensi dan efektifitas kinerja. Pemerintah pusat harus kembali pada fungsi utamanya sebagai regulator, pembuat kebijakan dan penetap standar minimal kesehatan. Kementerian Kesehatan sebaiknya bisa menggunakan pola desentralisasi, di mana aktor utama Program Kesehatan adalah 503 Pemda Kabupaten/Kota dan 34 Pemda Provinsi. Dari 503 kabupaten/kota di Indonesia, hanya beberapa kota saja yang terlihat gerakannya dalam melakukan desentralisasi kebijakan lansia ini seperti yang dilakukan pemerintah kota Bandung, Balikpapan, Denpasar, Jakarta, Makassar, Depok dan Surabaya.

Program yang telah dicanangkan oleh kota tersebut terkonsep dalam program kota ramah lansia. Yang mana program tersebut memiliki indikator yang terdiri dari 21 indikator yang terbagi dalam 8 dimensi. Salah satu dimensi yakni dimensi Masyarakat dan Pelayanan Kesehatan, yang di dalamnya terdapat 4 indikator yaitu (1) Layanan ke rumah termasuk layanan kesehatan, layanan pribadi dan kerumah tanggaan tersedia bagi lansia; (2) Relawan berbagai usia dianjurkan dan didukung untuk membantu lansia; (3) Perencanaan kondisi darurat memperhitungkan kapasitas/ketidakmampuan dari lansia; dan (4) Pelayanan kesehatan dan dukungan komunitas untuk promosi, pemeliharaan dan pemulihan kesehatan lansia memadai.

Mengingat penanganan lansia sangat kompleks, maka dibutuhkan Pelayanan Kesehatan lansia yang bersifat komprehensif  dengan pendekatan holistik oleh tim terpadu. Pelayanan tersebut diselenggarakan secara berjenjang (Geriatric Health Continuum Care),mulai dari pelayanan kesehatan berbasis masyarakat, pelayanan kesehatan dasar dan rujukan. Untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan lanjut usia di fasilitas kesehatan telah diterbitkan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 79 tahun 2014 tentang Pelayanan Geriatri di Rumah Sakit dan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 67 tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Kesehatan Lanjut Usia di Pusat Kesehatan Masyarakat.

Kebijakan penyediaan dukungan sumber daya yang memadai untuk operasional Posyandu Lansia serta penguatan struktur dan manajemen pembangunan di tingkat desa agar desa dapat benar-benar menjadi Posyandu Lansia sebagai salah satu ujung tombak pemberdayaan masyarakat. Manfaat dari kebijakan ini adalah Posyandu Lansia dengan salah satu kegiatannya pemberian makanan tambahan dapat berjalan dengan baik. Kelemahan dari kebijakan ini, selama ini belum ada yang secara tegas mengatur dan memberikan dukungan sumber daya posyandu, penyediaan program dan anggaran untuk mendukung operasional posyandu masih belum memadai, dan kurangnya sumber daya manusia yang kompeten dalam berlangsungnya posyandu.

Menjawab masalah ketersediaan SDM kesehatan guna menangani masalah yang timbul pada lansia, salah satu tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi memadai dalam hal perawatan lansia adalah perawat. Jumlah perawat pun tidak bisa dibilang sedikit, berdasarkan data lembaga Pendidikan Perawat di Indonesia tahun 2014, jumlah lulusan mencapai 22.263 orang dan sekitar 45 % perawat tidak terserap dengan baik (BNP2TKI, 2016).

Seseorang yang melakukan perawatan pada lansia haruslah memiliki keahlian memahami bahwa manusia adalah unik terlebih lagi lansia. Merawat lansia bukanlah hal mudah seperti halnya merawat bayi dan anak-anak. Mereka membutuhkan perhatian khusus dan perawatan yang tepat. Mereka juga rentan terhadap kecelakaan seperti jatuh, salah meminum obat dan lain-lain. Beberapa lansia di Indonesia tak jarang luput dari perhatian keluarga di rumah. Sementara di sisi lain beberapa lembaga seperti rumah jompo dan pusat rehabilitasi tak mampu lagi menampung lansia.

Perawat dalam menangani masalah lansia akan berperan sebagai Care Giver/Pemberi Asuhan kepada lansia yaitu tindakan pengkajian, perencanaan tidakan, pelaksanaan, dan evaluasi perawatan individu dan perawatan secara menyeluruh sesuai dengan wewenang keperawatan. Salah satu wewenang perawat dalam memberikan perawatan lansia adalah menyediakan fasilitas Long-Term Care (LTC) yang di mana perawata mampu memberi bantuan untuk melakukan aktivitas sehari-hari (ADL), misalnya berjalan, bangun dari kursi, mandi, sikat gigi, berpakaian, buang air, makan, dan lain-lain.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun