Ramadan menghampiri lagi.Â
Awalnya saya ragu senang atau sedih karena jelang Ramadan malah jatuh sakit. Kata dokter terkena virus tetapi karena bolak-balik, dokter malah curiga ada yang keliru pada kondisi psikis saya pribadi.Â
Dokter bahkan sudah meresepkan dosisi yang lebih tinggi dari sebelumnya, tetapi kok masih bisa collapse.Â
Satu pertanyaan dokter yang bikin saya terus menangis setelah pulang dari sana, "Emosi apa yang saya pendam sehingga merusak tubuh saya sendiri?"Â
Dear, Ramadan...Â
Kamu tahu 'kan bagaimana saya ketika marah dengan seseorang, kondisi atau semisalnya? Lebih banyak diam dan berharap semua diterima dan berlalu segera tanpa bekas. Namun, sayangnya kamu datang justru kondisi saya sudah rapuh. Saya sudah rebahan berhari-hari karena untuk duduk saja harus menahan keringat dingin dan akhirnya memilih rebahan lagi saja.Â
Makanya ketika kamu datang saat ini, saya akan apa?Â
Ya, saya tidak bisa janji banyak hal. Saya hanya akan:
Berusaha Memaafkan Diri Sendiri DuluÂ
Sebab, diri saya pun selalu merasa bersalah dengan semua keadaaan yang menimpa padahal bukan salah diri. Ada yang Maha menentukan semua rencana hidup bahkan yang tak pernah terencanakan sekali pun.Â
Mungkin dengan memaafkan diri, pelan-pelan bisa makan lagi seperti dulu. Saat ini semua terasa pahit soalnya. Makan 7 biji kurma saja rasanya hambar padahal anak-anak sudah merasa sangat manis semua.Â