Daripada terburu-buru mengoreksi gaya bahasa seseorang, alangkah baiknya jika kita berusaha memahami maksud dan konteks di baliknya. Pendidikan bahasa seharusnya tidak hanya fokus pada aturan, tetapi juga pada etika berbahasa dan kecerdasan dalam memilih ragam bahasa sesuai situasi.
Bahasa yang inklusif adalah bahasa yang mampu merangkul perbedaan, bukan membatasi ekspresi. Kita bisa tetap menjaga tata bahasa tanpa menghakimi mereka yang menggunakan ragam berbeda.
Penutup: Merawat Keberagaman Lewat Bahasa
Bahasa Indonesia tidak hanya milik akademisi, penyair, atau jurnalis. Bahasa adalah milik semua orang. Dan karena itu, ia tumbuh, berubah, dan beragam. Memahami ragam bahasa bukan hanya tentang linguistik, tetapi juga tentang empati sosial.
Mari kita rayakan keberagaman ini, bukan dengan meny uniform-kan cara bicara semua orang, tapi dengan membuka ruang bagi tiap gaya bahasa untuk tumbuh dan hidup---dengan konteks yang sesuai, tentunya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI