Mohon tunggu...
Muhammad Favian
Muhammad Favian Mohon Tunggu... Mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Saya adalah seorang mahasiswa UIN Raden Mas Said Surakarta

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Bersih Desa di Karanganyar: Ketika Budaya dan Kebersamaan Menyatu

5 Oktober 2025   15:15 Diperbarui: 5 Oktober 2025   15:10 12
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber foto: dokumentasi pribadi – acara Bersih Desa di Ngringo, Karanganyar

Beberapa waktu lalu, saya berkesempatan menyaksikan langsung tradisi Bersih Desa di Karanganyar tepatnya berada di Desa Ngringo, Kecamatan Jaten, Kabupaten Karanganyar.

Meski kita hidup di era serba digital dan modern, ternyata masih ada ruang bagi masyarakat untuk menjaga kearifan lokal yang penuh nilai dan makna spiritual.

Tradisi ini bukan sekadar upacara adat, melainkan cerminan rasa syukur dan kebersamaan warga desa yang tetap bertahan dari masa ke masa.

Makna di Balik Tradisi yang Terus Hidup

Bersih Desa di Ngringo dilaksanakan setiap bulan Safar, tepat pada hari Kamis Wage sesuai penanggalan Jawa.

Bagi masyarakat setempat, hari itu bukan sekadar penanda waktu di kalender, melainkan momen istimewa untuk memanjatkan rasa syukur dan doa keselamatan bagi seluruh warga desa.

Tradisi ini dipercaya membawa ketenangan dan menjauhkan dari berbagai mara bahaya, sekaligus mempererat tali persaudaraan antar warga desa.

Saat melihat para pemuda dan bapak-bapak saling bantu menyiapkan acara, saya nggak tahu kenapa rasanya adem saja. Melihat suasana yang guyub rukun, semua orang benar-benar menikmati momen itu. 

Semangat mereka mencerminkan harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta — sesuatu yang kini mulai jarang kita temui di tengah kehidupan modern.

Suasana Sore yang Penuh Kehangatan

Sumber foto: dokumentasi pribadi – acara Bersih Desa di Ngringo, Karanganyar
Sumber foto: dokumentasi pribadi – acara Bersih Desa di Ngringo, Karanganyar

Menjelang sore, tepat setelah salat Asar, warga mulai berdatangan ke Sendang. Acara ini hanya diikuti oleh bapak-bapak dan pemuda karang taruna saja.

Panitia tampak sibuk menyiapkan ubo rampe — perlengkapan adat yang akan digunakan untuk upacara inti. Meski sederhana, setiap persiapan dilakukan dengan penuh ketelitian dan rasa hormat pada tradisi leluhur.

Acara diawali dengan sambutan dari ketua RT dan dilanjutkan ucapan dari kepala dusun. Keduanya mengingatkan pentingnya melestarikan warisan budaya agar tidak pudar dimakan zaman.

Setelah itu, tibalah acara inti: pembacaan doa bersama. Doa dipimpin oleh sesepuh desa, berisi permohonan agar warga Ngringo selalu diberi keselamatan, dimudahkan rezekinya, serta desa menjadi “gemah ripah loh jinawi” — makmur, tenteram, dan sejahtera.

Suasana sore itu terasa begitu khidmat. Semua yang hadir menundukkan kepala, tenggelam dalam kekhusyukan doa dan hembusan angin yang lembut.

Usai doa, panitia mulai menyajikan hidangan sederhana dan membagikan nasi berkat (asul-asul) kepada seluruh peserta. Mungkin terlihat sederhana, tapi di balik itu ada makna besar: rasa syukur yang tumbuh dari kebersamaan. 

Lebih dari Sekadar Tradisi

Sumber foto: dokumentasi pribadi – acara Bersih Desa di Ngringo, Karanganyar
Sumber foto: dokumentasi pribadi – acara Bersih Desa di Ngringo, Karanganyar

Melihat langsung bagaimana warga Ngringo menjalankan Bersih Desa membuat saya sadar bahwa tradisi ini bukan sekadar simbol masa lalu.

Ia adalah cermin kehidupan sosial yang hidup, tempat nilai gotong royong, kesederhanaan, dan spiritualitas menyatu dengan indah.

Di tengah derasnya arus modernisasi, tradisi seperti ini menjadi penyeimbang, pengingat bahwa kemajuan tidak seharusnya menghapus akar budaya, tetapi justru memperkuatnya.

Warisan untuk Masa Depan

Bersih Desa di Karanganyar, tepatnya di Desa Ngringo menjadi bukti bahwa budaya bisa tetap relevan di tengah perubahan zaman.

Ia bukan sekadar ritual tahunan, melainkan penjaga identitas masyarakat — jembatan antara masa lalu dan masa kini.

Selama semangat kebersamaan dan rasa syukur terus dijaga, saya yakin tradisi ini akan terus hidup, menjadi warisan berharga bagi generasi selanjutnya.

Karena sejatinya, kemajuan tanpa budaya hanyalah langkah tanpa arah, dan di Desa Ngringo, langkah itu telah menemukan pijakannya: kebersamaan yang menghidupkan tradisi.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun