Mohon tunggu...
fadhli suprapto
fadhli suprapto Mohon Tunggu... Mahasiswa

smoking is dispensable if one has nothing to kiss

Selanjutnya

Tutup

Music

Penjualan Identitas Pemberontakan : Bagaimana Subkultur PUNK Kehilangan Jiwa Revolusionernya

5 Juli 2025   01:58 Diperbarui: 5 Juli 2025   02:00 70
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Aksi Konser Sex Pistols. Sumber: https://images.app.goo.gl/AohqyvjFuxX2atGW8

Subkultur Punk yang lahir pada tahun 1970-an di Inggris dan Amerika Serikat awalnya merupakan gerakan pemberontakan yang keras terhadap sistem kapitalis, kemapanan politik, dan norma sosial yang menindas. Namun, hampir lima dekade kemudian, kita menyaksikan fenomena yang begitu ironis: simbol-simbol punk yang dulunya menjadi lambang resistensi kini dijual bebas di pusat perbelanjaan sebagai fashion trend. Artikel ini akan menganalisis bagaimana subkultur punk mengalami transformasi dari gerakan kontrakultur menjadi komoditas komersial, dan dampaknya terhadap identitas pemuda kontemporer.

Nafas Awal Punk dan Filosofinya

Gerakan punk muncul dari kondisi ekonomi dan sosial yang sulit di Inggris pada era 1970-an. Pengangguran tinggi, ketimpangan sosial, dan kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada kelas pekerja menciptakan kemarahan yang kemudian diekspresikan melalui musik dan gaya hidup punk. Band-band seperti Sex Pistols, The Clash, dan The Ramones tidak hanya menciptakan musik, tetapi juga ideologi yang menentang konsumerisme, otoritas, dan kemunafikan sistem.

Filosofi punk didasarkan pada prinsip "Do It Yourself" (DIY), anti-konsumerisme, dan penolakan terhadap standar kecantikan mainstream. Punk memberikan ruang bagi mereka yang merasa termarginalisasi yang diantaranya termasuk remaja dari keluarga broken home, pengangguran muda, dan individu yang tidak sesuai dengan ekspektasi masyarakat. Seperti yang dijelaskan oleh Dick Hebdige dalam "Subculture: The Meaning of Style", punk menggunakan simbol-simbol visual sebagai bentuk resistensi simbolik terhadap hegemoni budaya dominan.

“Pemuda yang Jatuh Cinta dengan Punk” : mengapa bisa begitu?

Mengapa punk begitu menarik bagi kalangan pemuda? Berdasarkan teori C.M. Fleming tentang sosiologi kepemudaan, beberapa faktor yang membuat punk menjadi subkultur yang diminati adalah:

1. Pelarian dari Ekspektasi Sosial

Pemuda sering menghadapi tekanan untuk "berhasil" menurut standar konvensional seperti nilai akademis tinggi, karier bergengsi, dan perilaku yang "sopan". Punk menawarkan alternatif: sukses didefinisikan ulang sebagai autentisitas, kreativitas, dan keberanian untuk berbeda. Bagi remaja yang merasa gagal memenuhi ekspektasi orang tua atau masyarakat, punk menjadi ruang di mana mereka bisa diterima apa adanya.

2. Identitas Visual yang Kuat

Mohawk, jaket kulit bertudung, safety pins, dan riasan dramatis bukan sekadar fashion statement. Bagi pemuda, penampilan punk adalah cara untuk mengkomunikasikan identitas internal mereka yang kompleks. Seperti yang diungkapkan oleh seorang peneliti subkultur, "Punk adalah armor yang melindungi dari dunia yang tidak memahami, sekaligus mengumumkan siapa diri kita sebenarnya."

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Music Selengkapnya
Lihat Music Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun