Abdul kemudian berdiri dan dengan cekatan mengangkat pikulannya. "Mari Tante, sudah tidak ramai lagi, kita bisa jalan sekarang" Kata Abdul tanpa ada sedikitpun penyesalan dengan penolakannya atas tawaran masa depan yang ingin kuberikan padanya sebagai sesama hamba Allah.
Kami berjalan dalam diam, sesampainya di mobilku, Abdul dengan lincah memasukkan dan mengatur barang belanjaanku di bagasi mobil. Saya kemudian menyodorkan satu lembaran lima puluh ribuan kepadanya yang diterimanya dengan senyuman gembira yang kembali memancarkan kharismanya sebagai bocah tegar yang penuh optimisme.
Ia pun segera pamit dan segera berlari sambil mengucapkan salam, Ia segera menghilang di kerumunan pasar untuk mencari pelanggan lain yang butuh jasanya mengangkat barang belanjaan.
Dan hari ini, saya tidak menemukan Abdul, saya mencari-cari tapi tidak menemukannya, sampai seorang pedagang langganan yang mengetahui kedekatan saya dengan Abdul menyampaikan bahwa dua hari yang lalu Abdul dan mamanya telah dibawa oleh kakaknya yang merantau ke Kalimantan.
Aku tercekat, kecewa dan banyak lagi perasaan yang campur aduk mengetahui kepergian Abdul. Niat belanjaku luntur seketika, saya memilih pulang dan menangisi kepergian bocah yang telah menarik hatiku dengan kesahajaannya.
Semoga masa depan yang cerah menyambutnya di perantauannya, doaku dan semangatnya semoga menjadi penuntunnya menuju masa depan yang cerah, dan saya berharap suatu waktu nanti akan bertemu dengannya dalam kesuksesan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI