Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Abdul si Bocah Tukang Pikul

2 Maret 2024   12:35 Diperbarui: 2 Maret 2024   12:40 533
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bocah tukang pikul di pasar Kendari (Foto: flickr.com) 

Sehabis berbelanja, kami sedikit kesulitan menembus kepadatan pasar, saya kasihan melihat Abdul yang memikul belanjaanku yang lebih banyak dari biasanya. Saya menyuruhnya untuk beristirahat dan meletakkan pikulannya, tetapi Ia tidak mau, takut belanjaanku hilang atau terinjak orang katanya.

Tapi saya memaksanya, Ia pun menurunkan pikulannya, sambil beristirahat saya membelikannya sekotak susu yang diminumnya dengan lahap. Saya pun bertanya kepadanya, pertanyaan yang sudah lama ingin ku tanyakan namun tak sempat-sempat.

"Kamu sekolah dimana, Dul ?" Tanyaku
"Saya tidak sekolah Tante, naik kelas empat saya berhenti sekolah" Jawabnya polos.

"Oh... Kenapa, bapak ibumu masih ada? "
"Bapakku sudah meninggal, terkena covid, ibuku masih ada tapi tidak bekerja, kakakku ikut sama suaminya" Jawab Abdul dengan ekspresi datar seakan ingin mengikhlaskan kepedihan yang mungkin pernah hinggap di hatinya.

Mendengar jawaban Abdul, justru saya yang merasa sedih, sekian waktu bersamanya kenapa saya tidak tahu beban berat yang harus dipikul oleh bocah sekecil Abdul yang ringkih dan lusuh ini, beban bathin yang jauh lebih berat dari beratnya beban pikulan dari cara Abdul mencari uang di pasar ini.

Saya memandang dalam-dalam wajah bocah menyedihkan di depanku ini, saya seperti melihat wajah anak-anakku, Abdul juga berhak atas penghidupan yang lebih baik di usia kecilnya ini, Ia juga "anakku", " anak-anak kita".

"Abdul.... " Saya mendekap pundaknya sambil menunduk berbisik di telinganya. "Kau mau tinggal bersama tante? Tante akan menyekolahkanmu, kamu mau? " Tanyaku sambil menatap matanya dalam-dalam.

Abdul terkesiap, Ia balas menatapku dalam-dalam "Saya bisa naik mobil kalau ke sekolah Tante? " Tanya Abdul dengan mata berbinar.

"Iya, tentu kamu akan ke sekolah naik mobil, bersama Zahra dan Aimar anak Tante, kamu juga akan jadi anak Tante" Aku berkata dengan suara yang tersendat-sendat menahan rasa pingin nangis.

Abdul menatapku dengan tatapan tajam yang menyorotkan rasa bahagia, Ia menggenggam tanganku. Riuh pasar seperti sepi seketika, suara barang jatuh lantas mengagetkan kami yang sejenak terbenam dalam rasa haru, dan bahagia.

Namun, sontak saya terkesiap mendengar jawaban Abdul. " Tidak tante, saya senang tapi tidak ada yang menemani mamaku..." Abdul berbisik dengan suaranya yang sedih.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun