Mohon tunggu...
Meti Irmayanti
Meti Irmayanti Mohon Tunggu... Lainnya - senang membaca, baru belajar menulis

Dari kota kecil nan jauh di Sulawesi Tenggara, mencoba membuka wawasan dengan menulis dan membaca

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Hari Perempuan Internasional: Saatnya Kita Dobrak Bias Gender

9 Maret 2022   01:25 Diperbarui: 9 Maret 2022   01:30 341
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Image: International Women's Day (Pixabay)

Jika kita melihat kondisi sekarang ini, perempuan di birokrasi sudah menjamur, bahkan sampai ke level Eselon I dan juga menjadi kepala daerah, padahal dahulu di jaman mertua saya untuk Eselon III itupun sangat-sangat jarang. 

Tapi kata mertua saya, dulu itu orang pada takut jika berhadapan dengan perempuan dan perempuan pada takut berbuat curang, termasuk beliau beberapa kali coba disuap untuk dua kasus yang beliau tangani terkait perebutan aset Pemda waktu itu tentang kepemilikan sebuah Universitas Swasta milik daerah dan aset bangunan dan tanah lokasi pariwisata milik daerah yang digugat oleh pribadi yang beliau tolak mentah-mentah dan bahkan sampai harus menghadapi teror fisik.

Nah, kembali ke Peringatan Hari Perempuan Internasional. Perjuangan menuju kesetaraan gender ini tentu saja bukan hanya merupakan panggilan dan tanggungjawab kaum perempuan saja, tetapi ini jelas adalah ajakan bagi kaum perempuan dan juga laki-laki untuk berbuat dan bertindak demi percepatan tercapainya kesetaraan gender dalam kontribusi perempuan dalam bidang sosial, ekonomi, budaya dan politik.

Peringatan Hari Perempuan Internasional yang pertama kali digagas oleh Clara Zetkin, seorang aktivis dan pembela hak-hak perempuan dari Partai Sosial Demokrat Jerman. Zetkin mengagas Hari Perempuan Internasional yang dirayakan secara global di seluruh negara di dunia.  

Gagasan Clara Zetkin ini akhirnya terwujud dan awalnya diperingati pertama kali di Austria, Denmark, Peringatan ini dirayakan dan dihormati pertama kali di Jerman, Austria, Denmark, dan Swiss, pada 19 maret 1911. 

 Pada saat itu lebih dari satu juta orang, baik perempuan maupun laki-laki bersama menggelar aksi demonstrasi di peringatan Hari Perempuan Internasional pertama dengan menuntut hak perempuan untuk bekerja, memiliki hak pilih, memegang jabatan politik, dan menghentikan diskriminasi.  

Setelah diterima di banyak negara, pada masa Perang Dunia I yaitu pada tahun 1913-1914, disepakati bahwa Hari Perempuan Internasional dirayakan setiap tahunnya pada tanggal 8 Maret sebagaimana yang kita peringati hingga hari ini.

Internasional Women's Day akhirnya secara resmi diakui oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pada tahun 1975, dimana Majelis Umum PBB memutuskan untuk memperingati Hari Perempuan Internasional setiap tahunnya sesuai dengan sejarah dan tradisi nasional negara anggota.

Perjalanan panjang peringatan Hari Perempuan Internasional untuk menggugah kesadaran global sampai hari ini, meski telah membawa banyak perubahan dalam kesadaran atas hak kesetaraan gender bagi kaum perempuan tetapi sampai hari ini bias-bias stereotif dan diskriminasi masih kerap terjadi tidak saja di negara dunia ketiga bahkan di negara kita Indonesia sendiri kesetaraan itu masih keras disuarakan dan sepertinya tema dengan tagar #BreakTheBias itu sangat cocok sekali untuk mendobrak bias-bias stereotif yang masih secara "sembunyi-sembunyi" dan "terang-terangan" dipelihara di masyarakat.

Hal ini tecermin dari indeks kesetaraan gender yang dirilis United Nations Development Programme (UNDP). Indonesia berada pada peringkat 101 dari 156 negara, atau terendah ketujuh se-ASEAN. 

Filiphina merupakan negara ASEAN terbaik dalam Indeks Kesenjangan Gender Global (GGGI) pada 2021 memperoleh skor 0,784. Indeks itu sendiri memiliki skala tertinggi 1, yang menunjukkan tercapainya kesetaraan gender. Berikutnya adalah Laos, Singapura, Timor Leste, Thailand, dan Vietnam. Sementara itu, Indonesia menduduki peringkat tujuh di kawasan ini dengan skor 0,688. Angka itu tak jauh berbeda dengan Kamboja (0,684) dan Myanmar (0,681).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun