Ketika Prabowo-Gibran dilantik setahun lalu, janji-janji kampanye mereka menggema di ruang publik: lapangan kerja melimpah, daya beli meningkat, makan bergizi gratis, swasembada pangan, dan koperasi rakyat sebagai tulang punggung ekonomi.Â
Kini, satu tahun hampir berlalu. Apa yang benar-benar terasa di meja makan, di dapur komunitas, di dompet para pekerja, dan di ruang harapan rakyat?
Janji Lapangan Kerja dan Daya Beli: Antara Angka dan Asa
Pemerintah mengklaim telah menciptakan 290 ribu lapangan kerja melalui Program Makan Bergizi Gratis (MBG), dan menurunkan tingkat pengangguran ke 4,76%.Â
Namun, di sisi lain, sektor padat karya justru mengalami gelombang PHK. Daya beli masyarakat, terutama kelas menengah, belum sepenuhnya pulih. Simpanan rumah tangga menurun, dan kenaikan PPN membuat konsumsi harian terasa lebih berat.
Subsidi memang hadir: diskon listrik, bantuan beras, dan insentif pajak untuk UMKM. Tapi apakah cukup untuk menambal luka ekonomi yang lebih dalam?Â
Di warung kopi, di pasar tradisional, dan di grup WhatsApp keluarga, pertanyaan itu terus bergema.
Program Makan Bergizi Gratis: Niat Baik, Luka Awal
MBG adalah ikon janji kampanye yang diwujudkan cepat. Lebih dari 20 juta penerima manfaat, dapur komunitas tumbuh, dan petani lokal dilibatkan.Â
Namun peluncurannya tanpa regulasi matang memicu kasus keracunan massal. Pakar hukum menyebutnya sebagai pelanggaran tata kelola: regulasi menyusul setelah korban jatuh.
Di balik niat baik, ada pelajaran pahit: bahwa kecepatan tidak boleh mengalahkan kehati-hatian. Bahwa program sosial bukan sekadar angka, tapi soal nyawa dan kepercayaan.
Pangan, Lingkungan, dan Janji Swasembada