Pertamina menyebut proyek ini sebagai bukti keseriusan mereka dalam memperkuat ketahanan energi nasional. Lebih dari 17 ribu tenaga kerja telah terserap, dan 1.200 vendor nasional terlibat.
Namun, publik bertanya: mengapa butuh hampir satu dekade untuk satu kilang? Proyek RDMP Balikpapan dimulai sejak 2016. Dalam konteks fiskal dan ketahanan energi, ini bukan sekadar lambat, ini stagnan.Â
Purbaya tidak sedang menyoal satu proyek. Ia sedang menggugat pola. Bahwa janji pembangunan kilang tak kunjung menjadi kenyataan, sementara subsidi terus membengkak.
APBN: Dari Mesin Rutin ke Mesin Transformasi
Di tengah lonjakan konsumsi BBM, LPG, listrik, dan pupuk bersubsidi, ruang fiskal untuk pembangunan produktif semakin sempit.Â
Padahal sektor seperti riset, transisi energi, dan industrialisasi adalah kunci untuk membuka penerimaan negara di masa depan.
Purbaya menyerukan reformasi menyeluruh: audit total terhadap Pertamina, modernisasi distribusi energi, pemisahan fungsi sosial dan komersial BUMN, serta peralihan subsidi ke bantuan langsung berbasis data kependudukan. Ia ingin APBN menjadi alat perubahan, bukan sekadar pengulangan.
Refleksi Publik: Momentum atau Polemik?
Sorotan Menkeu terhadap Pertamina adalah peringatan keras bahwa kita tidak bisa lagi menoleransi inefisiensi.Â
Kritik ini membuka ruang untuk membongkar zona nyaman birokrasi dan BUMN energi. Jika dibiarkan, subsidi akan terus menjadi "penyedot anggaran" tanpa efek proteksi yang nyata.
Indonesia tidak kekurangan dana. Yang kita butuhkan adalah keberanian untuk menata ulang. Untuk membongkar zona nyaman. Untuk menjadikan APBN bukan mesin rutin, tapi mesin transformasi.
Dan mungkin, sejarah akan mencatat: bahwa di satu siang di Senayan, seorang Menkeu menyebut Pertamina malas, dan bangsa ini mulai bangun.