Hari ini, kita kembali berjumpa dengan 12 Rabi'ul Awwal. Bagi sebagian orang, ini hanya tanggal dalam kalender Hijriah.Â
Tapi bagi hati yang rindu, ia adalah hari penuh cahaya, hari lahirnya Rasulullah salallahi alaihi wassalam , manusia pilihan yang membawa rahmat bagi semesta.
Bayangkan, di sebuah rumah sederhana di Makkah, lahirlah bayi mungil yang kelak mengguncang sejarah. Tanggal itu bukan sekadar catatan, tetapi jawaban doa Nabi Ibrahim as. yang memohon agar Allah mengutus seorang rasul di tanah suci:
"Ya Rabb kami, utuslah untuk mereka seorang rasul dari kalangan mereka..." (QS Al-Baqarah [2]:129).
Dan benar, pada tahun itulah Allah juga memperlihatkan tanda kebesaran-Nya. Pasukan bergajah Abrahah yang hendak meruntuhkan Ka'bah dihancurkan burung ababil (QS Al-Fl).Â
Seakan Allah ingin berkata: Inilah saatnya cahaya kebenaran lahir, dan segala kesombongan akan runtuh di hadapannya.
Bahagia dengan Cara Rasulullah sawÂ
Kalau ditanya, apa rahasia bahagia Rasulullah saw ? Jawabannya sederhana: senyum, syukur, dan iman.
Senyumnya bukan basa-basi. Beliau bersabda, "Senyummu kepada saudaramu adalah sedekah." (HR. Tirmidzi). Senyumnya menenangkan siapa pun di sekitarnya.
Syukurnya luar biasa. Meski kaki beliau sampai bengkak karena shalat malam, ketika ditanya mengapa, beliau hanya berkata: "Tidakkah aku menjadi hamba yang bersyukur?" (HR. Bukhari & Muslim).
Imannya teguh. Itulah yang membuat beliau sabar, lembut, dan tetap tegar menghadapi ujian.
Dari sini kita belajar: bahagia sejati bukan soal harta atau kedudukan, tapi hati yang penuh iman, selalu bersyukur, dan rela berbagi.
Rabi'ul Awwal: Jejak Perjalanan Hidup Rasulullah sawÂ
Rabi'ul Awwal bukan sekadar bulan ketiga dalam kalender Islam. Ia menjadi saksi banyak peristiwa besar.
Di bulan ini beliau dilahirkan di Makkah. Di bulan ini pula beliau tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah, disambut hangat oleh kaum Anshar, lalu mendirikan Masjid Quba dan Masjid Nabawi.
Dan di bulan ini juga, beliau wafat di Madinah. Perjalanan hidup beliau dimulai dan berakhir di bulan yang sama, seakan Allah swt  mengikatnya menjadi satu rangkaian cahaya.
Maulid: Antara Tradisi dan Substansi
Kita tahu, ada yang setuju memperingati Maulid, ada juga yang menganggapnya bid'ah. Perbedaan ini sudah lama ada.Â
Sebagian mengingatkan agar kita tidak berlebihan, sebagian lain melihatnya sebagai sarana syiar selama diisi dengan shalawat, dzikir, dan kajian sirah.
Tapi mari kita renungkan: yang terpenting bukan bentuk acaranya, melainkan isinya. Apakah kita memperbanyak shalawat? Apakah kita semakin kenal dengan akhlak beliau? Apakah sunnah beliau semakin hidup di rumah kita?
Karena Allah sendiri berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS Al-Ahzab [33]:56).
Dari Cinta ke Aksi
Kalau kita betul-betul mencintai Rasulullah saw , mari buktikan dengan hal-hal nyata:
- Jadikan senyum sebagai sedekah.
- Perbanyak shalawat dalam keseharian.
- Bantu yang lemah dan berbagi pada yang membutuhkan.
- Hidupkan sunnah-sunnah kecil: salam, silaturahmi, menjaga amanah.
Itulah cara terbaik merayakan Maulid: cinta yang bergerak, bukan sekadar seremonial.
Penutup: Menjadi Cermin Cahaya
Kelahiran beliau adalah fajar, hijrah beliau adalah peta, dan wafat beliau adalah estafet tanggung jawab. Kini, tugas itu ada di tangan kita: menjadikan hidup ini cermin dari cahaya beliau.
Allahumma shalli 'ala Sayyidina Muhammad wa 'ala ali Sayyidina Muhammad.
Semoga Maulid tahun ini tak hanya menambah cinta, tapi juga menggerakkan kita untuk meneladani akhlak Rasulullah saw dalam setiap langkah.
WassalamÂ
Merza GamalÂ
12 Rabi'ul Awal 1447H
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI