Rabi'ul Awwal bukan sekadar bulan ketiga dalam kalender Islam. Ia menjadi saksi banyak peristiwa besar.
Di bulan ini beliau dilahirkan di Makkah. Di bulan ini pula beliau tiba di Madinah dalam peristiwa hijrah, disambut hangat oleh kaum Anshar, lalu mendirikan Masjid Quba dan Masjid Nabawi.
Dan di bulan ini juga, beliau wafat di Madinah. Perjalanan hidup beliau dimulai dan berakhir di bulan yang sama, seakan Allah swt  mengikatnya menjadi satu rangkaian cahaya.
Maulid: Antara Tradisi dan Substansi
Kita tahu, ada yang setuju memperingati Maulid, ada juga yang menganggapnya bid'ah. Perbedaan ini sudah lama ada.Â
Sebagian mengingatkan agar kita tidak berlebihan, sebagian lain melihatnya sebagai sarana syiar selama diisi dengan shalawat, dzikir, dan kajian sirah.
Tapi mari kita renungkan: yang terpenting bukan bentuk acaranya, melainkan isinya. Apakah kita memperbanyak shalawat? Apakah kita semakin kenal dengan akhlak beliau? Apakah sunnah beliau semakin hidup di rumah kita?
Karena Allah sendiri berfirman:
"Sesungguhnya Allah dan malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya." (QS Al-Ahzab [33]:56).
Dari Cinta ke Aksi
Kalau kita betul-betul mencintai Rasulullah saw , mari buktikan dengan hal-hal nyata:
- Jadikan senyum sebagai sedekah.
- Perbanyak shalawat dalam keseharian.
- Bantu yang lemah dan berbagi pada yang membutuhkan.
- Hidupkan sunnah-sunnah kecil: salam, silaturahmi, menjaga amanah.
Itulah cara terbaik merayakan Maulid: cinta yang bergerak, bukan sekadar seremonial.
Penutup: Menjadi Cermin Cahaya
Kelahiran beliau adalah fajar, hijrah beliau adalah peta, dan wafat beliau adalah estafet tanggung jawab. Kini, tugas itu ada di tangan kita: menjadikan hidup ini cermin dari cahaya beliau.