Menata Ulang Masa Depan Nike dan Industri Sportswear
Pada suatu pagi yang tenang di Oregon, kantor pusat Nike mengumumkan sesuatu yang tak biasa: pemangkasan tenaga kerja korporat, kurang dari 1% dari total staf global. (Sumber: Reuters)
Bagi sebagian orang, ini hanya angka. Bagi yang lain, ini adalah sinyal bahwa sang raksasa olahraga sedang bergulat dengan pertanyaan yang lebih mendalam: Siapa kita sekarang?
Nike, ikon global yang pernah mendefinisikan semangat kompetisi dan gaya hidup atletik, kini berada di persimpangan. Penjualan menurun, margin menyusut, dan strategi digital yang dulu digadang-gadang sebagai masa depan ternyata meninggalkan jejak yang rapuh.Â
Namun demikian, Â di balik angka dan restrukturisasi, ada narasi yang lebih penting: narasi pemulihan.
Strategi "Win Now": Bukan Sekadar Efisiensi, Tapi Pemulihan Identitas
CEO Elliott Hill tidak hanya memangkas staf. Ia membongkar struktur lama yang berbasis gender dan usia, menggantinya dengan tim lintas-fungsi berbasis olahraga seperti running, football, dan training.Â
Perubahan ini bukan sekadar reorganisasi. Ini adalah upaya untuk kembali ke akar: olahraga sebagai narasi utama.
Nike juga mulai menggeser fokus dari warisan produk lama ke inovasi baru. Mereka tidak ingin mengganti ikon lama dengan ikon baru, tapi menciptakan sesuatu yang benar-benar baru dan relevan.Â
Dalam kata-kata Hill, "Kami tidak sedang membangun kembali masa lalu. Kami sedang menciptakan masa depan."
Setelah sebelumnya terlalu agresif dalam strategi Direct-to-Consumer (DTC), Nike kini memperkuat kembali hubungan dengan mitra grosir dan toko fisik.Â
Mereka mengintegrasikan pengalaman digital dan fisik secara lebih seimbang, serta mengembangkan konsep retail baru yang lebih immersive dan berbasis komunitas.