Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Paradoks Indonesia; Saat Rakyat Susah Membeli Beras, Petinggi Bergelimang Fasilitas Kemewahan

27 Agustus 2025   13:26 Diperbarui: 27 Agustus 2025   13:26 292
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Paradoks Indonesia,  Sumber gambar: Dokumentasi pribadi diolah dengan ChatGPT.OpenAI 

Sementara kasus rakyat kecil atau yang dianggap berseberangan dengan pemerintah segera diangkat, diadili, bahkan dihakimi secara sosial. Hukum tetap teguh pada paradoks lamanya: tajam ke bawah, tumpul ke atas.

Dari Buku ke Kebijakan: Paradoks yang Hidup

Buku Paradoks Indonesia dulu menjadi kritik terhadap elite yang hidup mewah di atas penderitaan rakyat. Kini, sang penulis justru tampil sebagai pemimpin yang mempraktikkan paradoks itu secara telanjang.

Dalam pidato kenegaraan 15 Agustus 2025, Presiden Prabowo menekankan pertumbuhan ekonomi dan stabilitas politik, tapi tak menyinggung kelangkaan beras, gas, dan keresahan rakyat. Seolah dapur rakyat bukan bagian dari pembangunan bangsa.

Paradoks Indonesia,  Sumber gambar: Dokumentasi pribadi diolah dengan ChatGPT.OpenAI 
Paradoks Indonesia,  Sumber gambar: Dokumentasi pribadi diolah dengan ChatGPT.OpenAI 

ICW memperingatkan adanya "kartel politik dan disorientasi hukum" yang kian mengancam pemberantasan korupsi. Bahkan wacana pengampunan koruptor yang mengembalikan uang negara sempat mengemuka, sebuah sinyal berbahaya bahwa korupsi bukan lagi musuh, melainkan bagian dari kompromi kekuasaan.

Solusi Nyata: Bukan Retorika, Tapi Aksi

Paradoks Indonesia tidak akan selesai hanya dengan wacana atau janji. Yang dibutuhkan sekarang adalah langkah nyata yang bisa dirasakan rakyat di pasar, di dapur rumah tangga, di dompet pekerja, dan dalam rasa keadilan hukum. Aksi itu harus konkret, terukur, dan berpihak kepada masyarakat luas, bukan sekadar pencitraan di panggung politik.

Beberapa langkah yang bisa ditempuh:

  1. Transparansi distribusi pangan: buka data stok ke publik, sediakan akses real-time untuk cek pasar terdekat.
  2. Perlindungan pekerja: stimulus UMKM, pelatihan kerja nyata, subsidi upah bagi pekerja bergaji di bawah threshold.
  3. Kebijakan fiskal pro-rakyat: perbaikan bansos, perhatian ke daerah tertinggal, mekanisme bantuan kilat ketika pasar kosong.
  4. Review fasilitas elit: sejajarkan hak istimewa pejabat dengan kondisi ekonomi rakyat.
  5. Penegakan hukum yang adil: cepat, konsisten, tanpa pilih kasih.
  6. Dialog masyarakat sipil: libatkan publik untuk mengawasi dan menerjemahkan aspirasi ke kebijakan nyata.

Penutup

Paradoks Indonesia hari ini bukan sekadar ironi dalam retorika, tetapi nyata terasa di dapur rakyat, di pasar tradisional, di meja makan, dan di rekening tabungan yang makin tipis. 

Ketika rakyat harus antre gas melon, kehilangan minyak goreng, bingung mencari beras, bahkan cemas tabungannya terblokir, para pejabat justru menikmati privilege yang dibungkus legitimasi politik. Di sinilah luka kolektif bangsa semakin dalam.Paradoks Indonesia hari ini bukan sekadar ironi dalam retorika, tetapi nyata terasa di dapur rakyat, di pasar tradisional, di meja makan, dan di rekening tabungan yang makin tipis. 

Ketika rakyat harus antre gas melon, kehilangan minyak goreng, bingung mencari beras, bahkan cemas tabungannya terblokir, para pejabat justru menikmati privilege yang dibungkus legitimasi politik. Di sinilah luka kolektif bangsa semakin dalam.

Namun sejarah mengajarkan, setiap bangsa besar selalu lahir dari kesadaran rakyatnya sendiri. Kesadaran bahwa diam hanya akan melanggengkan paradoks, sementara keberanian bersuara, mengawasi, dan menuntut keadilan bisa mengubah arah.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun