Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Di Antara Retorika dan Realita Pajak, Zakat, dan Wakaf

17 Agustus 2025   19:43 Diperbarui: 17 Agustus 2025   19:43 244
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan ChatGPT.OpenAI 

Pendukung pernyataan Sri Mulyani melihatnya sebagai strategi edukasi publik.

"Beliau bicara di forum keuangan syariah, wajar kalau dikaitkan dengan konsep zakat dan wakaf. Tujuannya mengajak kita melihat pajak sebagai kewajiban moral, bukan sekadar paksaan negara," kata seorang akademisi ekonomi syariah.

Data pun mendukung bahwa pajak adalah urat nadi APBN. Tahun 2024, penerimaan pajak mencapai Rp1.900 triliun, setara 75% dari total pendapatan negara. Tanpa pajak, subsidi kesehatan, pendidikan, dan bantuan sosial bisa lumpuh. Dalam kacamata ini, membayar pajak berarti ikut membiayai sekolah, rumah sakit, dan jalan yang digunakan masyarakat luas.

Kubu yang Menolak

Di sisi lain, kritik datang deras.

"Zakat itu perintah Allah, pajak itu aturan pemerintah. Menyamakan keduanya seperti menyamakan shalat dengan apel pagi kantor. Beda wilayah," ujar seorang ulama yang aktif di media sosial.

Bagi kelompok ini, pernyataan Sri Mulyani rawan dianggap mengaburkan perbedaan antara ibadah mahdhah (murni vertikal kepada Allah) dan kewajiban administratif negara.

Lebih jauh, sebagian aktivis menilai ini sebagai pemanfaatan simbol agama untuk menguatkan legitimasi kebijakan fiskal, apalagi di tengah rendahnya kepercayaan publik terhadap pemerintah.

Di Persimpangan Persepsi

Apakah pernyataan ini melecehkan agama?
Secara niat, tampaknya tidak. Tapi secara penerimaan publik, ini wilayah rawan. 

Dalam masyarakat yang sensitif terhadap isu agama, analogi seperti ini bisa ditangkap berbeda: sebagai ajakan bijak oleh sebagian, sebagai provokasi atau manipulasi oleh sebagian lainnya.

Dalam kacamata fikih ekonomi Islam, pajak memang bisa sejajar secara fungsi sosial dengan zakat dan wakaf --- jika dikelola sesuai prinsip keadilan, transparansi, dan maslahat. Masalahnya, di Indonesia, ketiga syarat ini masih sering dipertanyakan.

Catatan Penutup

Seperti air yang mengalir di dua saluran, pernyataan Sri Mulyani ini akan terus membawa dua arus: arus optimisme bahwa pajak adalah instrumen keadilan sosial, dan arus skeptisisme yang melihatnya sebagai retorika yang tidak dibarengi pembuktian nyata.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun