#Cerita Meja Makan:Â Ada satu kebiasaan keluarga yang dulu begitu sakral, tapi perlahan memudar ditelan zaman---makan bersama di meja makan.
Saat saya masih kecil, orangtua saya selalu menekankan pentingnya makan bersama. Entah itu sarapan, makan siang, atau makan malam, jika sedang di rumah, kami diwajibkan duduk bersama di meja makan.Â
Momen itu bukan sekadar untuk mengisi perut, tapi menjadi ajang saling bercerita, berbagi kabar, tawa, bahkan nasihat. Papa dan Ibu saya bilang, tradisi itu sudah dilakukan sejak zaman kakek buyut mereka, dan terus diwariskan dari generasi ke generasi.
Saya juga masih ingat betul perkataan nenek saya dulu. Beliau selalu melarang kami makan sendirian.
"Tunggu saudaramu. Makan sendirian itu temannya setan," katanya dengan nada tegas namun penuh kasih.
Dulu saya hanya mengangguk, mengikuti tanpa membantah. Tapi setelah dewasa dan kini memasuki masa pensiun, saya mulai merenungi bahwa apa yang dikatakan nenek ternyata sarat hikmah.
Makan sendirian memang sering membuat kita larut dalam pikiran sendiri, kadang ditemani oleh gadget, bukan oleh keluarga.Â
Makan menjadi aktivitas fisik semata, bukan momen kebersamaan. Lebih dari itu, makan sendiri-sendiri kadang menimbulkan pemborosan---makanan tersisa, tidak ada yang menghabiskan, atau bahkan terbuang.
Padahal Allah SWT telah memperingatkan kita dalam Al-Qur'an:
Baca juga: Rasa Syukur dan Ibadah Cinta dari Dapur"Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara setan. Dan setan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya."
(QS. Al-Isra [17]:27)
Tradisi makan bersama ternyata juga mengajarkan kita untuk hidup hemat dan penuh kesadaran---bukan hanya soal kebersamaan, tapi juga menghindari sifat mubazir yang dikecam oleh agama. Tradisi makan bersama ternyata juga mengajarkan kita untuk hidup hemat dan penuh kesadaran---bukan hanya soal kebersamaan, tapi juga menghindari sifat mubazir yang dikecam oleh agama.Â