Selesai sarapan, saya menyusuri lorong pasar yang semakin padat. Kuliner berpadu dengan kerajinan tangan: anyaman rotan, sendok kayu, kue tradisional, dan rempah-rempah. Di balik lapak, seorang ibu tua mengajak cucunya berjualan. "Di sinilah kami tahu kabar," katanya sambil tersenyum.
Pakan Kamih menjadi panggung rakyat---tempat jual beli, silaturahmi, dan regenerasi. Sebuah institusi sosial yang tetap hidup, meski zaman berganti.
Pasar ini berdiri di bawah bayang-bayang megah Istano Basa Pagaruyung, simbol kejayaan Minangkabau. Tak jauh dari sini, jejak sejarah membentang:
- Batu Batikam -- simbol perdamaian leluhur
- Batu Basurek -- prasasti Raja Adityawarman
- Desa Pariangan -- desa tertua di Minangkabau
- Masjid Tua Lima Kaum & Komplek Kuburajo -- jejak spiritual dan politik adat
Di Batusangkar, sejarah bukan sekadar diorama museum. Ia hadir dalam tenda pasar, dalam suapan gulai, dan dalam percakapan antargenerasi.
Panduan Menikmati Pakan Kamih Sepenuh Rasa
- Datanglah sejak pukul 06.00 agar tak kehabisan makanan terbaik
- Berbincanglah dengan para pedagang---mereka penutur kebijaksanaan hidup
- Bawa kamera dan hati terbuka untuk menangkap momen otentik
- Beli oleh-oleh berupa makanan khas dan kerajinan lokal
- Sisihkan waktu menjelajahi situs budaya di sekitar pasar
Penutup: Kamis yang Tak Pernah Usang
Tidak semua kota memiliki pasar yang hanya hidup sekali sepekan, namun mampu menyatukan rasa, identitas, dan ekonomi lokal.Â
Pakan Kamih membuktikan bahwa warisan tidak hanya tersimpan dalam arsip, tapi juga dalam tenda-tenda sederhana, dalam masakan pedas, dan dalam tawa para ibu yang menyajikan cinta lewat kuliner.
Jadi, jika suatu hari kamu berada di Sumatera Barat---jangan hanya singgah di Bukittinggi atau Padang. Sisihkan satu hari untuk Batusangkar. Pastikan itu hari Kamis.Â
Karena di sanalah kamu akan menemukan pasar, peradaban, dan kenangan yang menyatu dalam kisah tak terlupakan.
Pakan Kamih -- Pasar Tradisional Kota Batusangkar, Tanah Datar, Sumatera Barat
Buka setiap Kamis pagi, pukul 05.00 -- 10.00 WIB
Penulis: Merza Gamal
(Pensiunan Gaul Banyak Acara, Penjelajah Sejarah & Budaya Nusantara)