Di antara tujuh hari yang berputar dalam siklus waktu, Jumat berdiri bukan hanya sebagai penanda akhir pekan, tetapi sebagai ruang spiritual yang melintasi agama, budaya, dan sejarah.Â
Jumat bukan sekadar hari, tapi sebuah panggilan: untuk berhenti sejenak, menengadah, dan mengingat siapa kita, dari mana kita datang, dan ke mana kita akan kembali.
Jumat menyentuh jiwa bukan karena rutinitas, tapi karena makna. Ia hadir dalam khutbah, dalam prosesi, dalam layang-layang, bahkan dalam keheningan di bawah pohon pencerahan.Â
Mari kita menelisik mengapa Jumat menjadi hari yang menyentuh jiwa lintas tradisi.
Islam: Hari Penciptaan dan Pengingat Kiamat
Dalam Islam, Jumat adalah hari agung. Rasulullah bersabda:
"Sebaik-baik hari yang matahari terbit padanya adalah Hari Jum'at, padanya diciptakan Adam, padanya dimasukkan ke Surga, dan dikeluarkan darinya, serta tidak terjadi Hari Kiamat kecuali di Hari Jum'at." Â
 (HR. Muslim No. 854)
Jumat bukan hanya hari ibadah, tapi hari asal-usul dan akhir. Ia mengandung jejak penciptaan dan bayangan kiamat.Â
Di masjid, umat berkumpul, mendengarkan khutbah, menyatukan doa. Ada kesadaran kolektif bahwa hidup bukan sekadar rutinitas, tapi perjalanan spiritual yang harus diingat dan disucikan.
Kristen: Hari Pengorbanan dan Penebusan
Dalam tradisi Kristen, Jumat Agung (Good Friday) adalah hari penyaliban Yesus Kristus. Ia bukan hari kemenangan, tapi hari luka yang menyelamatkan. Dalam Injil Yohanes:
Beri Komentar
Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!