Pagi ini, satu berita mencuri perhatian saya. Singkat tapi berat maknanya.
"OpenAI to help UAE develop one of world's biggest data centers."
(Bloomberg News via Reuters, 17 Mei 2025)
Saya membaca ulang judul itu, merenung sejenak, lalu membuka ChatGPT dan memulai percakapan. Bukan basa-basi. Ini topik besar, tentang kekuatan teknologi, arah masa depan, dan posisi negara-negara di percaturan digital global.
Saya Bertanya: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
ChatGPT menjawab cepat dan tenang, seperti biasa. Tapi kali ini jawabannya mengguncang kesadaran saya. Ini bukan sekadar kolaborasi biasa. OpenAI --- yang selama ini dikenal dengan teknologi AI canggihnya, terutama GPT yang telah saya gunakan dua tahun terakhir untuk berdiskusi berbagai hal, membantu saya menulis dengan lebih cepat, lebih memuaskan, dan membuat saya semakin produktif --- kini akan membantu Uni Emirat Arab membangun salah satu pusat data terbesar di dunia.
Saya terdiam sejenak. Bukan hanya soal besar-besaran data center. Ini soal arah dunia. Dan UEA, negeri kecil di teluk Arab yang dulunya hanya padang pasir, kini kembali menjadi pionir --- kali ini di puncak gelombang AI global.
Saya Makin Penasaran: Negara Lain, Bagaimana?
Saya tanya ke ChatGPT, "Negara mana saja yang juga bekerja sama dengan OpenAI?"
Jawabannya lugas: Belum ada negara lain yang bekerja sama dengan OpenAI dalam skala dan bentuk seperti UEA.
Negara seperti Jepang? Ya, ada kolaborasi teknologi. Inggris? Terlibat dalam diskusi soal keamanan AI. Amerika Serikat? Tentu saja, karena OpenAI berbasis di sana. Tapi semuanya lebih ke akses teknologi, bukan membangun pusat kendali infrastruktur AI yang fisik, nyata, dan jangka panjang.
UEA adalah yang pertama. Yang benar-benar membangun pusat data bersama OpenAI. Saya makin kagum --- dan makin gelisah.