Dua tahun kemudian, saya kembali ke Tanah Suci pada tahun 1417 Hijriah (1997 M). Kali ini dengan fasilitas VIP yang lebih nyaman namun hanya berdurasi dua pekan, karena jatah cuti haji hanya sekali selama bekerja, dan setelah itu hanya bisa mengambil cuti tahunan.
Meskipun waktu singkat dan fasilitas lebih lengkap, saya tidak dapat melaksanakan Sunnah Arbain. Masa tinggal di Madinah bahkan kurang dari tiga hari.Â
Fokus utama pada perjalanan kedua ini adalah menyelesaikan rukun haji secara efisien, dengan keterbatasan waktu sebagai tantangan utama.
Refleksi Dua Kali Berhaji: Menemukan Makna dalam Perbedaan
Dua pengalaman haji yang sangat berbeda ini memberikan pelajaran yang sama pentingnya. Haji pertama memberikan saya ruang untuk menyelami ibadah secara mendalam, sementara haji kedua melatih saya untuk fokus, efisien, dan tetap khusyuk meski dalam waktu terbatas.
Menunaikan haji di usia muda memberikan saya kekuatan fisik dan semangat spiritual untuk menjalani setiap tahapan ibadah.
Semua pengalaman itu menjadi bekal berharga sepanjang hidup, sekaligus mengajarkan nilai kesabaran, disiplin, dan keikhlasan.
Perbandingan Nilai Emas: Kini Justru Lebih Ringan
Kini, pada tahun 2025, ONH reguler telah meningkat menjadi sekitar Rp 93 juta, sementara biaya haji khusus atau VIP bisa mencapai Rp 150 juta hingga Rp 300 juta, tergantung layanan.Â
Namun, jika dibandingkan dalam nilai emas, berhaji sekarang justru terasa lebih ringan dibandingkan dulu.
Dengan harga emas saat ini sekitar Rp 1,8 juta per gram, maka ONH reguler hanya setara dengan sekitar 52 gram emas, sedangkan ONH VIP tertinggi hanya membutuhkan sekitar 167 gram emas. Bandingkan dengan tahun 1994 ketika saya membayar Rp 8 juta, yang setara 287 gram emas.Â
Maka, secara nilai riil (emas), biaya haji hari ini sebenarnya lebih ringan dibandingkan tiga dekade lalu. Inilah bukti bahwa menabung emas tetap relevan dan menguntungkan untuk tujuan ibadah jangka panjang.
Kerinduan yang Tak Pernah Padam
Setiap tahun, saya selalu tergerak untuk kembali menunaikan ibadah haji. Namun, saya juga menyadari bahwa kuota haji terbatas dan masih banyak saudara Muslim lain yang belum berkesempatan.Â