Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Fenomena Kelas Menengah Beli Barang Mewah untuk Pamer, tetapi Orang Kaya Tak Peduli

18 Maret 2025   06:16 Diperbarui: 25 Maret 2025   03:28 482
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi- Belanja. (Freepik/senivpetro via Kompas.com)

Di era digital dan media sosial, banyak orang kelas menengah semakin terjebak dalam budaya konsumtif. Mereka sering membeli barang-barang mewah bukan karena kebutuhan, tetapi sebagai bentuk status signaling---usaha untuk terlihat sukses di mata orang lain.

Ironisnya, orang kaya yang benar-benar mapan justru tidak peduli dengan simbol-simbol kekayaan seperti itu.

Barang yang Sering Dibeli Kelas Menengah untuk Pamer
Budaya konsumtif di kalangan kelas menengah sering kali tercermin dalam jenis barang yang mereka beli. Banyak dari barang ini bukan sekadar kebutuhan, melainkan simbol status yang dipamerkan di lingkungan sosial maupun media sosial.

Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI
Gambar ilustrasi, Sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal diolah dengan Generative AI

Berikut beberapa barang mewah yang paling sering dibeli kelas menengah demi menunjukkan status mereka:

  • Jam Tangan Mahal: Banyak orang menganggap jam tangan mahal seperti Rolex sebagai simbol status. Namun, menurut riset dari The Millionaire Next Door, sebagian besar jutawan tidak pernah menghabiskan lebih dari USD 235 (sekitar Rp 3,8 juta) untuk sebuah jam tangan. Hanya 1% yang pernah membeli jam tangan seharga lebih dari USD 15.000 (sekitar Rp 246 juta). Sementara itu, banyak orang kelas menengah justru rela mencicil jam tangan mewah demi kesan eksklusif.
  • Merek Pakaian Mewah: Banyak orang percaya bahwa mengenakan merek fashion kelas atas seperti Gucci atau Louis Vuitton bisa membuat mereka terlihat kaya. Padahal, banyak miliuner lebih memilih pakaian sederhana dan fungsional. Statistik menunjukkan bahwa 50% orang kaya tidak pernah menghabiskan lebih dari USD 399 (sekitar Rp 6,5 juta) untuk jas, dan hanya 10% yang membeli sepatu seharga lebih dari USD 300 (sekitar Rp 4,9 juta).
  • Mobil Mewah Baru: Membeli mobil mewah keluaran terbaru sering dianggap sebagai simbol kesuksesan. Namun, para miliuner lebih memilih membeli mobil bekas berkualitas untuk menghindari depresiasi nilai yang cepat. Seperti yang dikatakan pakar keuangan Morgan Housel, "Menghabiskan uang untuk menunjukkan betapa kaya Anda adalah cara tercepat untuk menjadi miskin."
  • Rumah yang Terlalu Besar: Banyak orang percaya bahwa semakin besar rumah yang dimiliki, semakin sukses seseorang. Namun, orang kaya memahami bahwa rumah besar berarti biaya perawatan dan pajak yang tinggi. Warren Buffett, salah satu orang terkaya di dunia, masih tinggal di rumah sederhana yang ia beli puluhan tahun lalu. Sementara itu, banyak kelas menengah mengambil cicilan besar untuk rumah yang sebenarnya berada di luar kemampuan finansial mereka.
  • Pernikahan Mewah: Pernikahan sering dijadikan ajang pamer dengan menghabiskan ratusan juta rupiah untuk satu hari. Namun, banyak miliuner mengadakan pernikahan sederhana, hanya mengundang keluarga dan teman dekat. Mereka memahami bahwa pernikahan bukan tentang kemewahan, melainkan tentang membangun masa depan yang stabil bersama pasangan.
  • Tas dan Aksesori Branded: Banyak orang kelas menengah menganggap tas dan aksesori mewah sebagai investasi. Namun, kenyataannya, nilai barang-barang ini cenderung menurun seiring waktu, kecuali beberapa koleksi terbatas. Para miliuner lebih memilih mengalokasikan uang mereka ke aset yang memberikan keuntungan jangka panjang.
  • Gadget Terbaru: Setiap tahun, banyak orang rela mengantre dan mengeluarkan uang besar untuk mendapatkan ponsel atau gadget terbaru. Namun, orang kaya sejati tidak selalu mengejar teknologi terbaru. Mereka lebih mengutamakan fungsi dan nilai guna daripada sekadar gengsi.

Peran Media Sosial dalam Budaya Konsumtif
Media sosial memainkan peran besar dalam membentuk pola konsumsi kelas menengah. Platform seperti Instagram, TikTok, dan YouTube dipenuhi dengan konten yang menampilkan gaya hidup mewah, liburan eksotis, dan barang-barang branded.

Fenomena ini memicu FOMO (Fear of Missing Out), membuat banyak orang merasa harus mengikuti tren agar tidak ketinggalan. Influencer dan selebritas sering kali menjadi panutan bagi masyarakat kelas menengah yang ingin meniru gaya hidup mereka. 

Gambar ilustrasi, sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal
Gambar ilustrasi, sumber: Dokumentasi pribadi Merza Gamal

Namun, yang sering terlupakan adalah bahwa banyak dari mereka mendapatkan barang-barang tersebut melalui sponsor atau endorsement, bukan hasil kerja keras pribadi.

Akibatnya, banyak orang terjebak dalam siklus konsumsi berlebihan demi tampilan di media sosial. Selain itu, algoritma media sosial dirancang untuk menampilkan konten yang memicu emosi, termasuk perasaan iri atau ingin memiliki sesuatu yang belum tentu diperlukan.

Iklan yang muncul di media sosial juga semakin canggih dalam menargetkan pengguna berdasarkan preferensi dan pola konsumsi mereka, mendorong mereka untuk terus berbelanja.

Mengapa Kelas Menengah Cenderung Konsumtif?
Fenomena ini sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia saat ini. Banyak orang, terutama di kelas menengah, masih terjebak dalam budaya konsumtif dan status signaling---di mana mereka membeli barang bukan karena kebutuhan, tetapi untuk menunjukkan status sosial.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun