Mohon tunggu...
Merza Gamal
Merza Gamal Mohon Tunggu... Konsultan - Pensiunan Gaul Banyak Acara

Penulis Buku: - "Spiritual Great Leader" - "Merancang Change Management and Cultural Transformation" - "Penguatan Share Value and Corporate Culture" - "Corporate Culture - Master Key of Competitive Advantage" - "Aktivitas Ekonomi Syariah" - "Model Dinamika Sosial Ekonomi Islam" Menulis untuk berbagi pengetahuan dan pengalaman agar menjadi manfaat bagi orang banyak dan negeri tercinta Indonesia.

Selanjutnya

Tutup

Money Artikel Utama

Tantangan Bisnis di Tengah Inflasi dan Ketidakpastian Ekonomi, Nasib Tupperware dan The Body Shop

5 November 2024   06:34 Diperbarui: 5 November 2024   16:08 9192
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi wadah Tupperware. (Shutterstock/Tamer Adil Soliman via Kompas.com)

Di tengah gejolak ekonomi global yang dipicu oleh inflasi tinggi dan persaingan yang ketat, banyak merek ternama yang sebelumnya menjadi favorit konsumen kini terpaksa mengajukan kebangkrutan.

Di antara yang paling mencolok adalah Tupperware dan The Body Shop, dua brand yang telah mengukir sejarah panjang dan memiliki basis pelanggan setia dengan idealisme yang berbeda dari banyak bisnis lainnya.

Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal dari flyer Tupperware & The Body Shop
Sumber gambar: Dokumentasi Merza Gamal dari flyer Tupperware & The Body Shop

Tupperware, merek peralatan rumah tangga yang dikenal luas di Indonesia, telah menjadi simbol inovasi dalam penyimpanan makanan sejak didirikan pada tahun 1946. Konsep "Pesta Tupperware" yang memungkinkan wanita untuk mengumpulkan teman-teman mereka sambil mencoba produk baru telah merevolusi cara orang berbelanja dan memperkenalkan pendekatan pemasaran langsung yang sukses.

Namun, pada September 2024, Tupperware mengajukan perlindungan kebangkrutan Bab 11 setelah 78 tahun beroperasi. Menghadapi penurunan permintaan yang drastis dan beban utang yang mencapai US$812 juta, perusahaan asal Amerika Serikat ini tidak dapat lagi mengandalkan strategi penjualan tradisionalnya.

Meskipun telah berusaha beradaptasi dengan menjual produk melalui toko ritel dan platform daring, langkah ini belum berhasil mengembalikan performa penjualan yang diharapkan.

Sementara itu, The Body Shop, yang didirikan pada 1976 oleh aktivis lingkungan Anita Roddick, juga mengalami masa sulit yang serupa. Sejak awal, The Body Shop telah memperjuangkan produk kosmetik yang alami dan etis, serta menentang uji coba hewan.

Konsep "perdagangan yang adil" dan komitmennya terhadap keberlanjutan menjadikannya pionir dalam industri kecantikan yang berfokus pada tanggung jawab sosial. Pada tahun 2019, perusahaan ini bahkan disertifikasi sebagai B Corp, yang menunjukkan standar tinggi dalam transparansi dan kesadaran lingkungan.

Namun demikian, pada Maret 2024, The Body Shop menutup ratusan tokonya di Amerika Serikat dan Kanada akibat tekanan inflasi yang merugikan. Meskipun memiliki lebih dari 2.500 toko di lebih dari 80 negara, penutupan ini mencerminkan tantangan besar yang dihadapi merek dalam beradaptasi dengan kebutuhan pasar yang terus berkembang.

Kedua merek ini tidak hanya mewakili keberhasilan komersial, tetapi juga mencerminkan perubahan paradigma dalam dunia bisnis. Mereka berkomitmen untuk mengedepankan nilai-nilai etika dan keberlanjutan di atas sekadar keuntungan finansial.

Realitas ekonomi yang keras, termasuk inflasi tinggi dan perubahan perilaku konsumen, telah memaksa mereka untuk meninjau kembali strategi operasional mereka.

Kisah sukses mereka memberikan pelajaran berharga tentang pentingnya inovasi dan adaptasi. Tupperware, dengan strategi penjualannya yang unik, dan The Body Shop, dengan fokusnya pada keberlanjutan dan tanggung jawab sosial, menunjukkan bahwa idealisme dapat menjadi pendorong kesuksesan.

Dalam dunia bisnis yang terus berubah, daya tahan dan inovasi akan menjadi penentu utama bagi merek-merek ini untuk kembali bangkit.

Dari kebangkrutan kedua perusahaan ini, ada beberapa pelajaran penting yang dapat dipetik:

  1. Fleksibilitas dalam Model Bisnis
    Perusahaan perlu bersedia untuk beradaptasi dan mengubah model bisnis mereka sesuai dengan perubahan pasar dan kebutuhan konsumen. Tupperware dan The Body Shop, meskipun memiliki model yang sukses di masa lalu, tidak dapat dengan cepat menyesuaikan diri dengan tren dan permintaan baru.
  2. Pemahaman Pasar yang Mendalam
    Memahami tren konsumen dan dinamika pasar sangat penting. Perusahaan yang tidak mengikuti perkembangan perilaku dan preferensi konsumen berisiko kehilangan pangsa pasar. Kedua merek ini harus lebih peka terhadap perubahan perilaku pembeli, terutama di era digital.
  3. Diversifikasi Saluran Penjualan
    Mengandalkan satu saluran penjualan saja dapat menjadi risiko. Tupperware berusaha memasuki pasar ritel dan daring, tetapi mungkin terlambat untuk melakukan diversifikasi yang efektif. Memiliki berbagai saluran penjualan dapat membantu perusahaan bertahan dalam berbagai kondisi ekonomi.
  4. Pentingnya Keberlanjutan dan Tanggung Jawab Sosial
    Meskipun idealisme dalam keberlanjutan dan etika sosial dapat menjadi daya tarik bagi konsumen, perusahaan perlu memastikan bahwa nilai-nilai tersebut tetap relevan dan sejalan dengan kebutuhan pasar.
  5. Manajemen Utang yang Bijak
    Beban utang yang tinggi dapat mengancam kelangsungan hidup perusahaan. Penting bagi perusahaan untuk memiliki strategi manajemen utang yang solid dan berkelanjutan agar dapat menghadapi guncangan ekonomi.

Saat kita melihat ke depan, penting bagi perusahaan untuk tetap fleksibel dan mampu beradaptasi dengan cepat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun