Mohon tunggu...
meryta rahayu
meryta rahayu Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Penulis Lepas

kita ada karena kita berfikir, menulis sebagai bentuk eksistensi lain yang bisa mengabadikan keberadaan kita sebagai manusia.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Makna dan Romantika: Idul Fitri

20 Mei 2022   21:20 Diperbarui: 20 Mei 2022   21:37 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Idul Fitri ini menjadi hari yang ditunggu-tunggu oleh umat muslim di dunia selepas menjalankan ibadah puasa Ramadhan selama satu bulan lamanya. Karena hari raya ini pun merupakan bentuk tanda kebahagiaan sekaligus sebagai bentuk hari kemenangan bagi seluruh umat muslim di dunia. Karena pada hari itu Allah SWT kembali mengunjungi hambanya dengan membawa kebaikan dan kegembiraan dengan diampuninya segala dosa, sehingga kita kembali pada kepada fitrah Islamiyah. Itulah mengapa disebutkan sebagai hari raya Idul Fitri. Untuk mengungkapkan rasa gembira serta suka cita yang tercurahkan maka disunnahkanlah pada hari tersebut dengan memberikan ucapan selamat (tahni'ah) serta bersalaman (musafahah).

Namun jika dilihat secara etimologi Idul Fitri ini terdiri dari dua kata yaitu 'Id jika dalam Lisaanul Arab, Ibnu Mandzur yang dikutip dalam khazanah ramadhan yang menyatakan kata ini diambil dari kata 'aadaya'uudu yang berarti kembali. Hal ini menunjukkan bahwasanya hari Idul Fitri ini akan selalu berulang dan kembali disetiap tahunnya. Yang kedua yaitu Fitri, fitri atau fitrah yang jika ditafsirkan adalah kembali dalam keadaan normal dimana manusia memenuhi kehidupan jasmani dan rohaninya secara seimbang. Namun, fitrah ini sendiri bermakna yang mula-mula diciptakan. Maka secara terminologinya, Idul Fitri ini berarti kembali kepada fitrah kita sebagai manusia.

Sebagai bentuk budaya yang ada pada masyarakat kita, pada suasana Idul Fitri ini banyak sekali yang dilakukan seperti contohnya: memasak ketupat, berbelanja baju baru untuk perayaan Idul Fitri, mengunjungi sanak saudara, dan juga mudik atau pulang ke kampung halaman. Seperti yang kita rasakan pada tahun ini, setelah dua tahun lamanya kita tidak melakukan kegiatan pulang ke kampung halaman karena terhalangnya pandemi Covid-19. Maka tahun ini sebagian besar masyarakat dan seperti yang disebutkan oleh Kepolisian Republik Indonesia sebanyak 85,5 juta masyarakat baru bisa kembali pulang ke kampung halaman untuk menemui orang tua bahkan sanak saudara. Kegiatan mudik ini menjadi center point pada Idul Fitri tahun ini karena sampai adanya peralihan arus dan lain sebagainya.

Namun setelah lelah dengan kegiatan mudik atau pulang kampung yang dirasakan oleh pemudik ini karena harus bermacet-macetan selama beberapa waktu lamanya, maka rasa lelah itu akan terbayarkan karena mereka akan merasakan kebahagiaan dimana bisa berkumpul dengan sanak saudara di kampung halaman dengan penuh haru dan suka cita bersama. Dimana selama dua tahun sebelumnya mereka hanya bisa  bercengkerama secara virtual. Dengan demikian Idul Fitri tahun ini menjadi Idul Fitri yang penuh makna bagi seluruhnya.

Dibalik haru dan sukacita dalam perayaan Idul Fitri ini nampaknya tradisi idul fitri yang positif dan  kondusif tersebut kian memudar, sejalan dengan  hiruk pikuknya aktifitas manusia yang  hanya sekedar hura-hura, dan juga melemahnya silaturrahmi yang menjadi ciri khas idul fitri. Idul fitri yang bertujuan mengembalikan kesucian diri dengan mendekatkan diri kepada sang Khalik agar mendapatkan kebersihan jiwa sebagaimana dahulu ketika pertama kali menghirup udara dunia, dan kemudian dilengkapi dengan meminta maaf kepada sesama manusia, yang dalam perjalanan hidupnya pasti pernah berbuat salah dan khilaf, kemudian terlupakan oleh sebagian besar umat Islam; yang ada hanya tinggal gegap gempitanya.

Karena itu perlu kita sadari oleh semua pihak bahwa budaya positif ini harus tetap mempertahankan dengan cara silaturrahmi. Bukankah silaturrahmi ini dapat dijadikan sarana yang sangat efektif untuk berkomunikasi dan menyampaikan pesan-pesan penting dalam kerangka kinerja yang dibangun dan diinginkan.  Disamping itu apabila dilihat dari perspektif agama, silaturrahmi ini menurut Nabi Muhammad saw. juga dapat menambah panjang usia dan menambah luasnya rejeki, bagi yang melaksanakannya.

Sesungguhnya bentuk silaturrahmi semacam ini dapat dilaksanakan dan bahkan dianjurkan kapan saja, namun  idul fitri sebagai momentum yang istimewa dan sangat mudah dilaksanakan, karena masih kental dengan suasana religius. Perlu dijadikan perhatian bahwa bentuk silaturrahmi yang dimaksudkan untuk acara idul fitri tidak hanya sebatas acara formal, seperti halal bihalal yang selama ini  kita kenal, tetapi lebih dari itu silaturrahmi tersebut dapat dilaksanakan secara personal dengan  saling berkunjung ke rumah beserta keluarga dalam suasana yang kekeluargaan pula.

Dan itulah sesungguhnya yang harus menjadi perhatian semua pihak untuk mempertahankan tradisi yang telah mengakar di masyarakat kita sejak  zaman dahulu, tentu dengan segala variasinya. Kita berharap bahwa Idul Fitri kali ini akan menjadi ajang silaturrahmi dan mempuntai makna yang sangat mendalam untuk merajut kehidupan yang lebih baik di masa mendatang.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun