Indonesia adalah negara dengan tingkat keberagaman yang sangat tinggi. Tidak hanya berbeda dalam suku, agama ataupun bahasa, dalam perilaku pun seringkali mempunyai karakter yang berbeda. Hal ini wajar, karena Tuhan memang menciptakan dunia ini penuh keberagaman. Berbagai manusia bisa dengan karakter yang berbeda bisa kita temukan. Untuk itulah, setiap manusia dianjurkan untuk saling berinteraksi satu dengan yang lainnya. Dan dalam interaksi tersebut, setiap manusia dianjurkan untuk saling menghormati dan menghargai antar sesama.
Persoalannya, tak jarang diantara kita langsung saja emosi dan membiarkan amarah membabi buta, jika berhadapan dengan perbedaan. Demokrasi yang menjunjung tinggi musyawarah, seakan sudah tidak ada manfaatnya sama sekali. Karena mereka yang berada di posisi mayoritas, itulah yang menentukan.Â
Argumentasi dan saling tukar pikiran, pelan-pelan mulai terkikis oleh bibit intoleransi dan radikalisme. Pandangan yang merugikan dan berpotensi merusak kerukunan antar umat beragama itu, pelan-pelan terus menggerogoti generasi muda. Bahkan, generasi tua pun tidak sedikit yang sudah terpapar paham radikalisme ini.
Bagi orang yang sudah terpapar radikalisme, tidak mengenal lagi istilah berdialog. Mereka juga tidak berpikiran terbuka, karena setiap perbedaan yang mereka hadapi dimaknai sebagai ancaman. Perbedaan tidak lagi dimaknai sebagai hal yang mendewasakan, hal yang menggembirakan, ataupun sebuat rahmat. Kelompok orang semacam inilah, yang saat ini terus merongrong negeri ini dengan berbagai caranya.Â
Mereka berada di setiap elemen masyarakat, dan siap menebarkan provokasi bagi semua orang. Dan bagi siapa saja yang tidak membekali dirinya dengan literasi, dengan pemahaman agama yang kuat dan benar, serta tidak mau menggunakan logika yang telah diberikan Tuhan, maka mereka akan mudah sekali terpapar.
Untuk itulah, menanamkan cintak kasih dalam pikiran kita masing-masing perlu dilakukan. Mungkin terkesan klise. Tapi jika melihat apa yang terjadi saat ini, menanamkan cinta kasih penting dilakukan. Karena sudah terlalu banyak bibit kebencian yang menghiasi lingkungan kita.Â
Akibatnya, generasi saat ini mudah marah ketimbang mempertahankan keramahannya. Generasi sekarang juga mudah menyalahkan, dari pada berdialog atau bertukar pikiran dengan orang lain. Padahal dalam ajaran agama pun juga mengajarkan agar kita mengedepankan dialog, juga terjadi perselisihan pendapat. Dalam Pancasila sila keempat, juga dianjurkan melakukan musyawarah untuk mufakat.
Memasuki tahun politik, akan sangat banyak informasi hoax dan ujaran kebencian. Jika kita tidak menjadi generasi yang open, yang suka berdialog untuk bisa meng-update informasi, maka kita akan menjadi generasi yang tumpul.Â
Tidak pernah berinteraksi dan mengasah kepintaran kita, agar bisa bermanfaat untuk kepentingan yang lebih luas. Tahun politik harus diisi dengan adu gagasan, agar pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang mencerahkan.Â
Tahun politik harus diisi dengan pesan damai, agar pemimpin yang terpilih adalah pemimpin yang toleran, dan menghargai keberagaman. Semuanya itu akan bisa terwujud, jika kita semua berkomitmen menghilangkan bibit kebencian dalam pikiran kita masing-masing.