[caption id="attachment_256103" align="aligncenter" width="522" caption="(Om Svaha *sumber foto: Triyoga)"][/caption]
Dalam masyarakat Hindu modern di Bali, mengenal ucapan “Astungkara” sebagai ucapan pengharapan. Mungkin serupa dengan kata “Amin” dalam agama Kristen, “Insya Allah” dalam agama Islam.
Pro-kontra penggunaan ‘Astungkara’ pernah dimuat majalah Raditya. Ada yang berpendapat penggunaan kata ‘astungkara’ itu salah kaprah. Menurutnya astungkara berarti ‘puja’. Ada juga yang berpendapat bahwa Astungkara berasal dari bahasa Sansekerta ”astu”, yang bermakna mengakui, mengiyakan dengan segan. Kata Astungkara termuat dalam Atarwa Veda (9.4 ) (Zoemulder, Kamus Jawa Kuna, 1995). Kata astu artinya semoga terjadi (ibid, 73). Dalam sebuah diskusi, Agus Muliana menyatakan, “dalam kamus sansekerta astungkara (dalam sansekerta ditulis astuṇkāra) itu sebenarnya artinya ‘orang yang mengatakan astu’.”
Terlepas dari pro kontra yang ada, penggunaan kata “Astungkara” sebaiknya diganti saja. Saya berpandangan, penggunaan yang lebih tepat adalah “Svaha”, bila perlu ditambahkan kata ‘Om’ didepannya agar memiliki kekuatan dan berkah dari Tuhan. Bila dirangkai menjadi “Om.. Svaha..”.
Kata “Svaha” atau “swaha” diterjemahkan sebagai “semoga terjadi demikian”. Dalam kepercayaan Hindu, sebuah doa, terlebih mantra, tanpa diakhiri kata “Svaha”, doa maupun mantra tersebut menjadi tak bertuah atau mubazir. “Mantra yang diucapkan tanpa diakhiri kata swaha bagaikan ular tanpa bisa” (Wikipedia).
Dalam beberapa kesempatan, saya suka menggunakan “Svaha” maupun “Om Svaha” bila ada yang mendoakan saya. Mari kita bersama-sama generasi muda, kita populerkan doa tersebut!!!
Om Svaha..
Ya Tuhan, Semoga terjadi demikian