Mohon tunggu...
I Ketut Merta Mupu
I Ketut Merta Mupu Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Pendamping Sosial PKH Kementerian Sosial RI

Alumni UNHI. Lelaki sederhana dan blak-blakan. Youtube : Merta Mupu Ngoceh https://youtube.com/@Merta_Mupu_Ngoceh

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Menyikapi Hubungan Tanpa Restu

5 Oktober 2012   10:01 Diperbarui: 21 Juli 2015   17:54 16018
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

[caption caption="Tanpa Restu"][/caption]

Hubungan percintaan tidak selalu berjalan mulus. Ada kalanya kenyataan pahit turut serta di dalamnya. Tidak mendapatkan restu orang tua salah satu contohnya. Banyak pasangan tersandung orang tua ketika hendak melangkah ke jenjang berumah tangga, sehingga kesannya orang tua menjadi penghambat terbesar dalam menjalin hubungan.

Tak jarang, diantara mereka memilih untuk membantah atau memberontak hingga kawin lari. Namun ada juga yang lebih memilih untuk mundur dibanding meneruskan hubungan tanpa restu. Bahkan yang lebih parah, ada yang melakukan sesuatu yang bertentangan dengan hukum agama.

Pernah suatu ketika saya mendapat cerita dari seorang wanita yang sedang 'gegana' ; gelisah, galau, merana karena hubungannya tidak direstui orang tuanya lantaran berbeda agama. Supaya mendapat restu, mereka melakukan hubungan intim agar hamil, sehingga harapannya dapat restu dari orang tuanya. Dilematis memang.

Telah banyak orang menguraikan solusi bagaimana menghadapi dan menyikapi cinta tanpa restu. Saya pernah mengalami cinta tanpa restu, jadi sedikit tidaknya mengerti bagaimana menyikapinya, terutama hubungan yang benar-benar serius, bukan cinta monyet versi remaja.

'Jatuh cinta berjuta rasanya' lirik lagu itu perlu kita ingat lagi. Pada saat kita cinta dan sayang terhadap seseorang,  kita tidak bisa melihat kekurangan pasangan, tidak mampu menilainya dari berbagai sudut pandang. Yang ada dalam benak kita; dialah yang terbaik, tidak bisa hidup tanpanya, dialah segala-galanya.

Seseorang yang begitu sayang terhadap pasangannya, sangat sulit untuk bisa berpikir sehat untuk menilai pasangannya. Ketika kemudian orang tua melarang berhubungan dengannya atau tidak merestuinya, banyak di antara kita akan sakit hati, bahkan ada yang hingga bunuh diri. Ketika mengalami cinta yang mendalam, sebenarnya sangat baik apabila orang lain mau menilai pasangan kita, apalagi orang tua mau ikut campur dalam urusan cinta, itu tandanya orang tua sayang dan peduli pada kita, mereka menginginkan yang terbaik untuk anaknya. Lagi pula mereka lebih tahu urusan cinta, sudah berpengalaman.

Ketika tidak mendapat restu dari orang tua, coba untuk komunikasikan dengan keluarga secara terbuka, secara jujur tanpa memanipulasi keadaan. Tujuannya agar kita tahu alasan orang tua tidak merestuinya. Apabila kita memberikan informasi-informasi bohong kepada orang tua, ada akibat buruk yang timbul suatu saat nanti jika kemudian direstui.

Apabila orang tua tetap tidak merestui hubungan kita meski sudah mengungkapkan dengan jujur, apa adanya, dapatlah diduga bahwa hubungan yang hendak dibawa ke jenjang pernikahan tidak ada restu dari Tuhan. Bisa jadi melalui orang tua, Tuhan datang pada kita untuk mencegah menjalin hubungan dengan orang yang salah atau pasangan yang belum pantas untuk kita.

'Perintah orang tua adalah pesan Tuhan melalui orang tua' anggaplah begitu, dengan kata lain bahwa perintah dan restu orang adalah segalanya, restu orang tua adalah restu Tuhan. Banyak bukti percintaan terganjal orang tua menjadi sumber penderitaan di kemudian hari, apalagi orang tua hingga sampai hati mengungkapkan hal-hal yang tak enak didengar atau sebut saja “kutukan”. Jangan sampai hal itu terjadi. Sesungguhnya kata-kata orang tua itu memiliki kekuatan gaib, terutama orang tua yang selalu berperilaku baik di masyarakat dan keluarga.

Orang tua melarang atau tidak merestui hubungan dengan seseorang pasti memiliki dasar pemikiran, meski itu datang dari orang tua yang bodoh sekalipun. Orang tua sejatinya adalah Tuhan di bumi. Dalam ajaran Hindu ada sebuah ungkapan luhur yang menyatakan “maitri devo bhavo, pitr devo bhavo” yang arti harfiahnya bahwa kedua orang tua bapak dan ibu adalah Tuhan di dunia.

Di dalam cerita Mahabharata banyak terdapat cerita yang mengharuskan seorang anak menuruti perintah orang tua meski kata-kata itu datang tanpa disengaja. Seperti kisah Pandawa membagi satu istri berlima. Hal ini terjadi karena perintah ibunya dewi Kunti yang di ucapkan tanpa sengaja. Dalam kitab Sarasamuccaya dipertegas lagi bahwa apapun yang diminta orang tua harus dituruti meski nyawa sekalipun yang diminta; kita ada karena orang tua. Kita dipelihara orang tua hingga dewasa tanpa mengharapkan imbalan dari anak-anaknya, mereka rela membanting tulang demi kesejahteraan kita.

Mereka yang hormat kepada ayah dan ibunya, berkeadaan sama dengan seorang brahmana/spiritualis yang teguh dengan tapanya, kuat menjaga kesucian dan berada pada jalan kebajikan dan kebenaran. Sebab seorang ibu menanggung kewajiban yang lebih berat daripada bumi, sedangkan seorang ayah berfikir lebih tinggi dari langit, lebih cepat dari angin, dan lebih banyak dari rumput demi kesejahteraan dan keselamatan anak, istri, dan keluarganya. Menyadari itu, seorang anak hendaknya menghormati dan bakti secara bersungguh-sungguh kepada orang tuanya. (Sarasamuccaya 239-240).

Menyadari hal seperti itu, tidak baik jika kita menentang orang tua, jangan sampai memusuhi orang tua hanya karena urusan cinta. Terlebih lagi kalau  jodoh sesungguhnya telah ditentukan ketika kita masih dalam kandungan. Akan tetapi perilaku kita di dunia akan menghantarkan kita pada pencapaian maupun kegagalan dalam meraih jodoh yang telah ditentukan. 

Konsep sederhananya bahwa seseorang disediakan tiga jenis jodoh sesuai karmanya; jodoh terburuk, menengah, dan terbaik.

Apabila seseorang pada kehidupan ini dan pada masa lalu perbuatannya banyak menyimpang dari dharma, maka ia mendapatkan jodoh terburuk. Apabila perbuatannya setengah baik, setengah jahat, maka ia mendapatkan jodoh menengah. Sedangkan bagi mereka yang selalu beramal kebaikan, bersyukur atas apa yang diberikan Tuhan, mengiklaskan semua atas kehendak-Nya, maka ia mendapatkan jodoh yang terbaik yang memang pantas didapatkan. Karena sejatinya Tuhan memberi apa yag kita butuhkan bukan apa yang kita inginkan. “..orang yang selalu menyembah-Ku dengan bhakti tanpa tujuan yang lain dan bersemadi pada bentuk rohani-Ku – Aku bawakan apa yang dibutuhkannya, dan Aku memelihara apa yang dimilikinya” (Bhagavad-gita 9.22).

Tuhan memberi peringatan melalui orang tua bahwa mungkin dia (pasangan kita) bukan orang yang diperuntukan bagi kita. Tuhan menyediakan apa yang kita butuhkan dan pantas untuk kita bukan apa yang kita inginkan. Akan tetapi tidak bisa dipungkiri Tuhan akan mengabulkan keinginan seseorang, hanya saja ketika keinginan ini dikabulkan justru menjadi bencana bagi kita. Bandingkan dengan kisah Drupadi bersuamikan lima orang. [Baca artikel Sebabnya Drupadi Poliandri].

Anak yang penurut pada orang tua selalu mendapat jalan yang lebih indah dari apa yang ia duga sebelumnya. "Jika seorang anak bakti tulus kepada orang tuannya, mereka akan memperoleh empat macam pahala berupa: 1) pujian; 2) hidup bahagia dan panjang umur; 3) teman yang setia dan kekuasaan; 4) jasa dan pertolongan." (Sarasamuccaya 250).

Bhakti kepada orang tua merupakan prinsip dasar untuk memuja Tuhan, tanpa ada bhakti kepada orang tua, pemujaan kepada Tuhan tiada berguna.

 

 

 

 

 

 

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun