Dari bangku taman kampus, aku memandang teman-teman wisudawan dan wisudawati yang dengan bahagianya menikmati hari ini, hari yang ditunggu dan yang merupakan puncak perjuangan pendidikan selama empat tahun untuk memperoleh gelar S1.Â
Mereka tidak sendirian seperti saya. Dengan kedua orang tua di samping, mereka tak bosan-bosannya mengambil foto bersama untuk diabadikan. Aku lihat ekspresi bangga dan bahagia juga tampak pada sosok-sosok hebat yang menjadikan ajaknya berhasil sampai pada hari ini. Ekspresi itu mungkin pasti juga akan ada pada kedua sosok yang menjadi alasan untuk aku hidup dan berjuang sampai hari ini.Â
Melihat situasi itu, aku hanya terdiam sendiri dan berteman kesepian pada suasana keramaian di sekitarku. Dalam keheningan jiwaku begitu menyesali atas apa yang terjadi dalam hidupku. Aku harus berdiri sendiri di hari wisudaku tanpa bapa dan mama.Â
Aku kenang kembali saat pertama aku berkeinginan untuk sampai pada titik ini yaitu menjadi seorang sarjana teknik.
Waktu itu setelah selesai makan malam, aku memberanikan menyampaikan cita-cita besar ku ini kepada mereka yang aku bahkan sendiri tahu mereka tidak akan mampu mewujudkannya waktu itu.
"Bapa, mama. Maafkan Bimo ya." Aku mulai bicara.
"Maaf untuk apa Bim?" Dengan serentak bapa dan mama bertanya.
"Ada sesuatu yang ingin Bimo sampaikan." Kataku.
"Ada apa Bim, sampaikan saja. Pake minta maaf segala, memangnya kenapa?"
Kata mama sembil membereskan perabot makan.
"Setelah lulus SMA, Bimo mau Kuliah. Boleh nggak pa ma."