Saat itu bayi saya baru berusia kurang dari 1 bulan. Tetangga saya beranggapan saya ini egois, tidak pandai memasak masakan bayi juga tidak mau belajar sehingga bayi saya seperti sudah sangat kelaparan tetap rewel meski sudah diberikan ASI dan kerap terbangun tengah malam.
Menurut saya, bagian ini benar-benar menyebalkan. Argumentasi mengapa saya menerapkan aturan yang sudah ada samasekali tidak didengar.Â
Bahkan saya juga orang tua saya di rumah merasa tersinggung dengan perlakuan tetangga saya itu. Barangkali tujuannya menunjukkan kepedulian tetapi caranya yang sungguh sudah keterlaluan.
Jika tidak sepaham dengan cara kami mengasuh anak, ya silakan saja. Tapi memaksakan pemahaman sendiri untuk diikuti orang lain dapat menciptakan suasana yang tidak nyaman dan tentu saja hal tersebut sangat membuat saya terganggu.
Jangan keluar rumah membawa bayi sebelum melewati selapanan
Mayoritas masyarakat Jawa menganggap selapanan sama dengan 35 hari. Sebelum melewati masa selapan tersebut, dilarang membawa bayi keluar dari rumah.Â
Dalam pemikiran saya, berarti saya gugur dong dari aturan tersebut karena pas melahirkan saja sudah di rumah sakit yang jarak tempuhnya cukup jauh dari rumah.Â
Setelah 3 hari menjalani masa pemulihan, barulah saya pulang ke rumah bersama bayi saya.
Tapi tidak menurut tetangga saya, masa saya di rumah sakit sampai pulang ke rumah itu pengecualian.Â
Bayi saya tetap dilarang keluar rumah sebelum selapanan, batasnya hanya sampai teras. Entah apa faedahnya dari aturan yang tak cukup saya mengerti ini.
Di tempat tinggal saya selalu diadakan posyandu balita sebulan sekali yang ketika itu bertepatan dengan usia 1 bulan bayi saya.Â