Mohon tunggu...
MERISA RAHAYUNINGTYAS
MERISA RAHAYUNINGTYAS Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Pemuda dengan minat besar dalam kepenulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Alam & Tekno

Pentingnya Kolaborasi Sektor Transportasi dan Sektor Energi sebagai Solusi Polusi

24 November 2023   19:59 Diperbarui: 24 November 2023   20:21 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony

         "Jakarta mempunyai kualitas udara terburuk di dunia." Kalimat itulah yang akhir-akhir ini hangat dibicarakan oleh masyarakat di Indonesia. Bulan September lalu, topik mengenai kualitas udara Jakarta sedang menjadi buah bibir setelah muncul beberapa data yang menunjukkan buruknya kualitas udara di sana. Seperti data dari IQAir Jakarta menjadi kota ke-3 dengan kualitas udara terburuk di dunia, dengan rincian indeks kualitas udara AQI US 140 dan polutan utama PM 2.5 (CNBC Indonesia, 2023). Fakta ini sejalan dengan keluhan masyrakat yang berpendapat bahwa polusi di Jakarta semakin parah dan mengganggu. Peristiwa  ini mengindikasikan bahwa ada yang perlu diperbaiki untuk mengembalikan atau setidaknya memperbaiki kualitas udara di Jakarta atau bahkan di banyak wilayah Indonesia. Karena, buruknya kualitas udara tidak hanya berdampak pada kenyamanan namun juga kesehatan masyrakat.

         Keadaan udara yang buruk sangat menganggu keseharian masyarakat. Misalnya, keluhan seorang Ibu Rumah Tangga yang tinggal di Jakarta, Karina (28) mengeluhkan kondisi polusi di Jakarta yang membuat anaknya berusia 2 tahun terkena ISPA (CNN Indonesia, 2023). Fakta juga menyebutkan bahwa udara yang buruk memiliki dampak yang cukup besar terhadap berbagai penyakit respirasi yaitu PPOK (Penyakit Paru Obstruktif Kronis) memiliki risiko 36,6%, pneumonia 32%, asma 27,95%, kanker paru 12,5%, dan tuberkulosis 12,2% . Peristiwa ini tidak hanya merugikan masyarakan dalam aspek kegiatan sehari-hari dan kondisi kesehatan, namun juga berdampak kepada membengkaknya anggaran yang harus ditanggung BPJS untuk menangani penyakit-penyakit di atas. Menurut data BPJS Kesehatan, anggaran meningkat secara signifikan selama periode 2018-2022, yaitu menelan biaya sebesar Rp. 8,7 triliun, dengan rincian tuberkulosis Rp. 5,2 triliun, PPOK Rp. 1,8 triliun, asma Rp 1,4 triliun, dan kanker paru Rp. 766 miliar (Sehat Negeriku Kementerian Kesehatan, 2023).

          Berbicara mengenai buruknya kualitas udara, sangat erat kaitannya dengan dua sektor, yaitu sektor transportasi dan sektor energi. Menurut paparan  dari Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) dalam Rapat Terbatas Kabinet di Istana Negara, Jakarta Senin (14/8/2023) sektor transportasi merupakan penyumbang polusi  terbesar di kawasan Jabodetabek dengan presentase mencapai 44% diikuti sektor industri energi 31%, manufaktur industri 10%, sektor perumahan 14%, dan komersial 1% (CNBC Indonesia, 2023).  Fakta ini sangat sesuai mengingat jumlah kendaraan bermotor pada tahun 2022 lalu ada 24,5 juta kendaraan bermotor dan 19,2 juta di antaranya sepeda motor. Dengan  banyaknya kendaraan, selain menyumbang polusi juga berdampak pada semakin menipisnya energi khususnya untuk bahan bakar. Sektor transportasi dan energi memiliki hubungan  yang sangat erat dan tidak dapat dipisahkan. Perlu dianalisis dan dicari inovasi yang dapat mengatasi dua masalah ini secara bersamaan.  

          Kendaraan pribadi adalah kontributor paling signifikan terhadap polusi udara. Sebenarnya pemerintah sudah melakukan usaha untuk mengurangi banyaknya penggunaan kendaraan pribadi di Indonesia, seperti Jakarta yang  menyediakan angkutan umum sebagai moda transportasi masyarakat. Harapannya dengan adanya fasilitas ini dapat menekan maraknya polusi. Pemerintah sudah menyediakan berbagai jenis angkutan umum, seperti   KRL, MRT, LRT, Trans Jakata, dan lain-lain. Namun pada kenyataanya angkutan massal belum mampu memigrasi penggunaan kendarann pribadi. Masih banyak masyarakat yang lebih memilih mengunakan kendaraan pribadi dengan berbagai alasan, seperti waktu yang lebih efisien dan menghindari kerumitan peraturan penggunaan transportasi umum.  

          Lalu bagaimana solusi selanjutnya? Ada beberapa langkah yang bisa dilakukan atau bahkan dimaksimalkan pelaksaannya agar solusi yang telah disuguhkan kepada maasyarakat berupa transportasi umum bisa benar-benar berkontribusi terhadap pengurangan dan penanganan polusi, yaitu dengan mengatur sistem yang ramah terhadap masyarakat untuk semua kalangan.  Karena banyak dari masyarakat yang enggan menggunakan moda transportasi umum. Mereka beralasan bahwa transportasi umum ribet. Pembangunan infastruktur yang memadai juga harus dilakukan. Kurangnya kesadaran atau ketertarikan masyarakat terhadap transportasi umum sering kali terjadi karena fasilitas yang disuguhkan pemerintah tidak menjangkau ke semua wilayah, jadi sulit untuk masyarakat menggunakan kendaraan umum.

          Selanjutnya, berbicara mengenai sektor kedua yaitu energi. Sudah bukan rahasia lagi jika energi di Indonesia atau bahkan dunia terus menipis untuk memenuhi kebutuhan energi mansusia salah satunya adalah bahan bakar kendaran. Data pada 2021 menunjukkan konsumsi energi Indonesia mencapai 909,24 juta baret dengan sektor terbesar mengalir ke transportasi, yakni mencapai 388,42 juta atau total sebesar 42,72% dari konsumsi keseluruhan.  Selanjutnya, data juga menyebutkan bahwa menurut jenisnya, komsumsi energi menghabiskan 25,95% di bensin dan 21,34% solar/biodiesel (Databoks, 2022). Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) juga mencatat bahwa cadangan minyak Indonesia terdapat 3,95 miliar barel. Dan dijelaskan bahwa cadangan ini turun jauh dibandingkan tahun 2011 lalu yang mencapai 7,73 miliar barel. Jumlah ini diperkirakan hanya akan bertahan sampai 8 tahun ke depan pada 2021 (Databoks, 2022)

          Lalu apa solusi untuk masalah ini? Lagi-lagi, sebenarnya pemerintah tidak tinggal diam. Dalam mewujudkan misi Net Zero Emision, Pertamina sebagai badan usaha milik negara yang berhubungan  langsung dengan pengolahan minyak dan gas sudah melakukan inovasi dengan  menghadirkan BBM ramah lingkungan. Pertamina sudah mulai mengembangkan inovasi pengolahan energi baru terbarukan untuk bahan bakar rendah karbon. Salah satu inovasi yang telah dipasarkan ke masyarakat adalah Pertamax Green 95, yang merupakan BBM dengan bahan baku terbarukan, yaitu Bioetanol 5 persen     (Pertamina, 2023).

          Meskipun telah ada usaha-usaha yang dilakukan untuk menciptakan lingkungan nyaman minim polusi, namun nyatanya inovasi yang disuguhkan belum cukup tanpa kesadaran dan partisipasi masyarakat. Oleh karena itu, di samping terus berusaha mengembangkan inovasi baru, sosialisasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat juga sangat diperlukan. Bukan hanya itu, menciptakan sistem yang mudah dimengerti oleh masyarakat dari semua kalangan juga tidak kalah pentingnya. Kolaborasi antara inovasi dalam sektor transportasi dan energi akan sangat berpengaruh jika diimbangi dengan partisipasi masyarakat. Dengan begitu udara bersih tanpa polusi dan misi Net Zero Emision akan semakin mudah direalisasikan.

#MewujudkanKualitasUdaraBersih
#DiskusiPublikKBRxYLKI #PencemaranUdara #KBRxYLKI

SUMBER REFERENSI

Youtube Chanel Kabar KBR "Diskusi Publik YLKI"

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Lihat Ilmu Alam & Tekno Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun